Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam Matriks Permasalahan Dunia Usaha, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) merekomendasikan relaksasi sejumlah kebijakan, antara lain menyangkut sektor perburuhan dan pengupahan, perdagangan ritel, kategorisasi limbah berbahaya, serta Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, salah satu rekomendasi riil yang disampaikan gabungan asosiasi dalam paket kebijakan ekonomi adalah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengupahan.
Dalam pembahasan akhir, kata Hariyadi, RPP diharapkan menetapkan Komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) untuk lima tahun ke depan, survei KHL 2015 jadi basis penyesuaian upah minimum lima tahun ke depan serta kenaikan tahunan upah minimum berdasarkan formula yang sama di seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usulan konkret lainnya, lanjut Hariyadi, mengatur perizinan pasar modern di wilayah yang belum memiliki Rencana Detil Tata Ruang (RDTR).
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 70 tahun 2013 disebutkan, izin pasar modern atau ritel hanya dapat diberikan di daerah yang telah memiliki RDTR, yakni pada delapan kabupaten/kota di Indonesia.
"Ini harus diubah agar ritel yang merupakan sektor padat karya dapat memberikan kontribusi penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi. Jika Permendag tersebut tidak direvisi akan dapat menyebabkan tumbuh suburnya aktivitas-aktivitas ritel ilegal," tuturnya seperti dikutip dari salinan dokumen usulan Apindo ke pemerintah tertanggal 21 September 2015.
Berikutnya mengenai kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Apindo menilai selama ini kebijakan yang mengatur hal itu di Indonesia tidak sesuai dengan Basel
Convention.
Hariyadi mencontohkan industri pulp dan kertas, yang meminta agar Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang B3 direvisi. Salah satu klausul yang dipermasalahkan adalah soal masuknya
bootom ash (B410) dari proses pembakaran batubara pada fasilitas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sebagai limbah B3.
"Padahal Basel
Convention yang menjadi rujukan PP ini tidak memasukkannya dalam kategori B3," ucap Hariyadi.
Lalu soal SVLK, Apindo menilai penerapannya memberatkan pelaku usaha mebel. Untuk itu, Apindo merekomendasikan kebijakan SVLK hanya dikenakan bagi persuahaan di sektor hulu, yaitu industri pengolahan kayu serta industri
pulp and paper.
(ags/gen)