PPN Tembakau Naik, Jurus Pemerintah Cegah Kebocoran Pajak

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Selasa, 29 Sep 2015 13:22 WIB
Pengamat Perpajakan menghitung potensi tambahan penerimaan pajak akibat dinaikkannya PPN produk hasil tembakau jadi 8,7 persen sebesar Rp 600 miliar.
Pengamat Perpajakan menghitung potensi tambahan penerimaan pajak akibat dinaikkannya PPN produk hasil tembakau jadi 8,7 persen sebesar Rp 600 miliar. (CNN Indonesia/Fathiya)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menaikkan tarif efektif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas produk hasil tembakau dari 8,4 persen menjadi 8,7 persen dikalikan dengan Harga Jual Eceran.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Hasil Tembakau yang terbit pada 21 September 2015 dan efektif berlaku mulai 1 Januari 2016, diketahui pemerintah menerapkan cara baru dalam memungut PPN.

Yustinus Prastowo dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) mengatakan pada awalnya Kementerian Keuangan ingin PPN rokok dikenakan secara rata 10 persen. Kondisi ini relevan untuk memaksa pemasok tembakau ke pengusaha rokok mau terbuka dan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pada saat itu, produsen rokok boleh mengkreditkan pajak waktu membeli tembakau dan bahan baku rokok lainnya. Tapi ada kesulitan di industri karena distributor rokok itu kan warung atau ritel (pengecer) kecil yang sulit dikenakan pajak," ujar Prastowo saat dihubungi, Selasa (29/9).

Akibat kebocoran di tingkat pengecer itu akhirnya pemerintah menggunakan tarif dengan dasar nilai lain supaya administrasinya lebih sederhana. Caranya dengan mewajibkan produsen rokok membayar PPN di muka sebelum mengedarkannya ke ditributor kecil dan pemerintah dipastikan bisa menerima penerimaan di muka.

"Memang ini adalah cara yang simpel administrasinya," ujarnya.

Potensi Penerimaan

Dengan perubahan mekanisme ini, Prastowo menyebut Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berpotensi mengantongi penerimaan hingga Rp 600 miliar dari naiknya tarif PPN sebesar 0,3 persen menjadi 8,7 persen atas produk hasil tembakau.

"Kalau di 2016, dengan adanya kenaikan PPN rokok ini lalu ada kenaikan harga rokok, pemasukannya bisa sampai Rp 800 miliar–Rp 1 triliun," ujarnya.

Prastowo mengaku mendukung penerapan mekanisme penarikan PPN tersebut. Pasalnya kebocoran di tingkat pengecer kecil pun dianggap cukup besar. Selama ini, menurut perhitungan CITA, pemerintah kehilangan potensi penerimaan Rp 60 triliun hingga Rp 70 triliun dari lolosnya pedagang pengecer kecil sebagai objek PKP.

"Itu masih angka yang moderat," lanjutnya. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER