Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengumumkan terjadinya gangguan pada data center Modul Penerimaan Negara (MPN) Generasi Satu (G1). Pengumuman gangguan dibuat 12 jam lalu, pasca pemerintah mengumumkan paket kebijakan ekonomi.
MPN G1 merupakan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara yang diandalkan pemerintah untuk mencatat penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan Negara.
Modul ini memiliki ruang lingkup yang cukup luas meliputi Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Pengembalian Belanja, Penerimaan PFK (Perhitungan Fihak Ketiga), dan tentunya PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Pemerintah secara
realtime bisa mengetahui realisasi penerimaan negara dari sektor perpajakan dan non pajak melalui sistem tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Bersama ini diumumkan kepada masyarakat, dikarenakan adanya gangguan pada data center DJP, maka fitur pembayaran pajak melalui MPN G1 di CMS BRI untuk sementara tidak dapat melayani transaksi untuk sementara waktu. Kepada masyarakat diimbau untuk menggunakan layanan MPN Generasi Dua (G2) melalui layanan CMS BRI sebagai alternatif,” bunyi pengumuman tersebut dikutip dari laman DJP, Kamis (10/9).
Kinerja DJP Kementerian Keuangan menjadi sorotan, usai instansi yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito tersebut membuat dua prognosa penerimaan pajak pada tahun ini yang mengacu pada target realistis dan ambisus.
Apabila mengacu pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015, target pajak di angka Rp 1.294,25 triliun yang diamanatkan di dalamnya digolongkan ambisius. Untuk mencapai target tersebut, DJP tak cukup hanya dengan melakukan upaya ekstra (extra effort), tetapi harus mengupayakan cara-cara yang luar biasa (
extraordinary effort).
Mengutip kertas kerja DJP yang salinannya diterima CNN Indonesia, sebenarnya dalam kondisi normal setoran pajak yang rasional untuk bisa dicapai pada saat ini hanya sebesar Rp 1.046,2 triliun atau Rp 249,5 triliun lebih rendah dari target yang dibebankan.
Terdapat empat tahapan upaya yang dijadikan ilustrasi DJP untuk menggambarkan tingkat rasionalitas penerimaan pajak tahun ini. Tahap pertama adalah kegiatan pungutan atau penagihan rutin yang dilakukan oleh fiskus.
Kegiatan rutin para fiskus ini seharusnya bisa menyumbang penerimaan sebesar Rp 812,2 triliun. Proyeksi tersebut sudah lebih baik dibandingkan dengan realisasi kegiatan rutin pajak yang hanya menyumbang Rp 731,8 triliun pada 2014 dan sebesar Rp 701,1 triliun pada 2013.
Dalam kertas kerjanya, DJP menyebut tahapan kedua dengan nama eksternalitas tinggi. Tidak dijelaskan maksudnya, tetapi angkanya pada tahun ini diprediksi sebesar Rp 91,8 triliun, anjlok dibandingkan dengan rata-rata dua tahun terakhir Rp 139 triliun.
Tahapan ketiga yang disebut DJP dengan
extra effort, di mana melalui upaya ekstra ini diharapkan bisa masuk penerimaan pajak sebesar Rp 140,7 triliun pada tahun ini. Angka tersebut menignkat bertahap dari 2013 yang sebesar Rp 81 triliun dan 2014 sebesar Rp 113,5 triliun.
Tahapan terakhir ini tak pernah dilakukan oleh DJP sebelumnya, yakni
extraordinary effort atau upaya ekstra yang luar biasa. Mau tidak mau upaya ini harus dilakukan DJP untuk menciptakan tambahan pemasukkan Rp 249,5 triliun guna mencapai target Rp 1.294,25 triliun.
Apabila target tahun ini tercapai, maka DJP sukses mendongkrak penerimaan pajak 31,41 persen dari realisasi tahun lalu yang sebesar Rp 984,9 triliun.
(gen)