Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) dituntut untuk dapat menjaga akuntabilitasnya dalam berbisnis gas bumi. Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis meminta agar perilaku bagi-bagi alokasi gas dengan bermodal kedekatan terhadap pemerintah harus dihilangkan.
"Skala pemberian harus diberikan ke mereka yang sudah jelas, skala prioritas, dan sudah punya infrastrktur gas, mereka harus dapat. Disini tentu saja soal proporsi pembagian. Tidak bisa alokasi gas itu diberikan ke siapa saja,” ujar Margarito, Selasa (29/9).
Sebagai entitas bisnis, manajemen Pertamina disebutnya memang bisa saja memiliki perhitungan untung rugi dalam berbisnis minyak dan gas bumi (migas). Namun sebagai badan usaha milik negara (BUMN) yang harus memberikan keuntungan bagi seluruh rakyat, Margarito menilai setiap pemberian alokasi gas tidak bisa lagi dilakukan dengan cara-cara rente.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harus profesional tidak bisa lagi dilakukan dengan cara curang, ada rente, itu harus dihentikan," tandas Margarito.
Menurutnya, penegak hukum sangat mungkin masuk mengusut para
trader gas dan menelisik bagaimana para
trader gas bekerja sehingga merugikan masyarakat dan industri.
Namun sebelum itu dilakukan, ia mendorong dilakukannya audit kinerja terlebih dahulu terhadap Pertamina. Pasalnya, ia khawatir, jika penegak hukum langsung masuk tidak memiliki kapasitas kemampuan dalam membongkar para
trader gas.
"Sebaiknya dilakukan audit kinerja terlebih dahulu terhadap Pertamina oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar akuntabel. Dengan hasil audit kinerja BPK itulah jadikan dasar untuk aparat hukum masuk," tegas Margarito.
Pada Juni 2015 lalu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said pernah mengungkap perilaku
trader gas yang mendapatkan pasokan dari Pertamina karena mereka dekat dengan kekuasaan. Kala itu, ia berjanji, pemerintah akan merevisi beberapa aturan termasuk mengeluarkan Perpres bahwa hanya pemilik infrastruktur gas yang boleh mendapatkan alokasi atau menjual gas bumi.
"Satu yang akan kita benahi adalah soal alokasi gas. SKK Migas telah dapat 1 profil, di mana dari 60
trader hanya 15 trader yang punya fasilitas infrastruktur gas seperti pipa gas. Selebihnya mereka hanya saudagar bermodalkan kertas," tegas Sudirman.
Sudirman mencontohkan, ada pembangkit listrik kekurangan gas, ada pula industri-industri kekurangan gas, hal ini terjadi karena ada perusahaan
trader gas yang hanya bermodalkan kertas, tapi tidak punya infrastruktur.
(gen)