Komisi XI DPR Terpecah Dua Soal BPK Audit BI

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Senin, 05 Okt 2015 16:21 WIB
Menurut Ketua Komisi XI Fadel Muhammad, pihak yang menolak BPK mengaudit BI karena takut kredibilitas BI sebagai otoritas moneter jatuh di mata masyarakat.
Menurut Ketua Komisi XI Fadel Muhammad, pihak yang menolak BPK mengaudit BI karena takut kredibilitas BI sebagai otoritas moneter jatuh di mata masyarakat. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay).
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadel Muhammad menyatakan wacana untuk meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit Bank Indonesia (BI) terkait kebijakan intervensi valuta asing merupakan aspirasi masyarakat. Bank sentral dituntut untuk meningkatkan transparansi dalam kebijakan moneter yang dibuatnya.

Kendati demikian, Fadel mengaku bahwa di dalam Komisi XI sendiri ada yang setuju dilakukannya audit dan ada pula yang menentangnya. Pihak yang menolak BPK mengaudit BI, jelasnya, takut kredibilitas BI sebagai otoritas moneter jatuh di mata masyarakat.

"Memang di Komisi XI ini ada dua pandangan, ada yang setuju karena ingin tahu keadaan nilai tukar saat ini, bagaimana keadaan devisa dan sudah berapa miliar dolar dipakai untuk intervensi valas. Tapi ada juga yang tidak mau," jelas Fadel ketika ditemui di Gedung DPR, Senin (5/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akibat perbedaan pandangan itu, Fadel menyatakan bahwa Komisi XI tidak bisa memastikan apakah audit terhadap BI ini terbilang mendesak atau tidak. Maka dari itu, rencananya Komisi XI akan memanggil pihak otoritas moneter tersebut pada Rabu (7/10) malam pekan ini.

"Nanti pada rabu malam kita akan lihat, apakah audit ini diperlukan atau tidak. Apabila tetap diaudit, peraturan yang ada memperbolehkan untuk hal itu," tambahnya.

Tidak Dipolitisasi

Sebagai informasi, Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI mengatakan audit BPK terhadap BI bisa dilakukan jika mendapat persetujuan dari Komisi XI, jika audit yang dimaksud adalah audit investigatif. Fadel mengatakan bahwa DPR memiliki legitimasi seperti itu kendati BI merupakan lembaga independen.

"Jadi nanti yang akan dilihat adalah kebijakan operasi pasar valasnya. Kan kebijakan itu murni BI yang mengeluarkan, kalau kebijakan makroprudensial BI yang lain kan kita omongkan bersama-sama. Kita cuma ingin tahu keadaan devisa dan penggunaannya, tak ada politisasi di dalam permintaan audit ini," kata Fadel.

Sebagai informasi, cadangan devisa BI kian menurun sepanjang tahun ini, di mana angka cadangan devisa menurun 7,74 persen dari angka US$ 114,2 miliar pada akhir Januari ke angka US$ 105,35 miliar pada akhir Agustus 2015. Penggunaan cadangan devisa ini, diakui BI, digunakan untuk membayar utang dan melakukan operasi pasar valas mengingat nilai tukar rupiah terhadap dolar melemah sebesar 17,39 persen dari awal tahun hingga hari ini. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER