Jakarta, CNN Indonesia -- Pelonggaran syarat penggunaan dokumen penjamin (
underlying) untuk transaksi forward valuta asing (valas) dari angka US$ 1 juta menjadi US$ 5 juta akan dibarengi dengan sorotan tajam bank sentral. Bank Indonesia (BI) ingin mendapatkan informasi yang lebih detil terkait transaksi valas di Indonesia.
Dari
underlying yang dilaporkan, BI bisa melihat tujuan penggunaan valas tersebut apakah untuk penggunaan impor, atau bayar utang, atau disimpan di luar negeri.
“Sebelumnya kami tidak secara eksplisit meminta itu. Sekarang jelas, kalau mau impor, maka dokumen impornya mana dulu? Kalo mau bayar utang, dokumen pembayaran utangnya sudah dilaporkan ke BI atau belom?," ujar Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Juda Agung di Gedung BI, Rabu (30/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun Juda menegaskan tidak akan ada sanksi khusus bagi nasabah yang tidak menyerahkan underlying, pasalnya BI berusaha agar kebijakan ini tidak bersifat memaksa.
Menurutnya, jika sifatnya memaksa maka kebijakan tersebut akan bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa. Dalam UU tersebut dikatakan Indonesia menganut rezim lalu lintas devisa bebas, di mana setiap penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan devisa.
"Sanksinya hanya administratif. Ini masih dalam koridor UU dan sistem nilai tukar. Kami tidak boleh melanggar itu lah, masih dalam koridor. Di situ intinya BI bisa meminta informasi apa aja terkait lalu lintas devisa, tapi mereka bebas menggunakan dan bebas memiliki," ujarnya.
(gen)