Setahun jadi Menteri, Susi Tenggelamkan Kapal Tanpa Diadili

Giras Pasopati | CNN Indonesia
Selasa, 20 Okt 2015 12:19 WIB
Penenggelaman kapal pencuri ikan secara langsung dimungkinkan mengacu pada ketentuan Mahkamah Agung.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bersama Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat TNI AL Widodo saat akan menyaksikan proses penenggelaman kapal ikan ilegal KM Laut Natuna . (PUSDATIN)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bertepatan dengan satu tahun masa baktinya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi Pudjiatuti bersama jajaran aparat penegak hukum menenggelamkan 12 kapal pencuri ikan.

Bahkan, empat kapal di antaranya merupakan kapal yang belum memiliki kekuatan hukum tetap (inkcracht) atau masih dalam proses hukum oleh TNI Angkatan Laut. Adapun penenggelaman kapal diakukan di Batam, Senin (19/10).

Susi Pudjiastuti mengatakan, hal itu sejalan dengan semangat pertama pemerintahan Presiden Jokowi untuk langsung dilakukan penenggelaman sesuai dengan amanah Undang–Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Dengan alasan penegakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kapal asing pelaku illegal fishing yang tertangkap tangan sudah sepatutnya langsung ditenggelamkan tanpa perlu melalui proses hukum,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (20/10).

Ia menjelaskan, kapal-kapal tersebut terbukti telah melanggar kedaulatan NKRI dengan seenaknya bebas masuk ke wilayah perairan Indonesia tanpa dokumen yang sah. Selain untuk mempercepat mata rantai, hal itu dilakukan untuk memberikan efek gentar kepada para pelaku.

“Tak hanya melanggar batas wilayah, setiap kapal ilegal yang tertangkap juga melakukan penangkapan ikan tanpa Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dari pemerintah Indonesia dan menggunakan alat tangkap terlarang, seperti pukat harimau (trawl),” kata Susi.

Menurut Susi, penenggelaman kapal pencuri ikan secara langsung sangat dimungkinkan mengacu pada Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2015 tentang Barang Bukti Kapal Dalam Perkara Pidana Perikanan.

Dalam  surat edaran itu dijelaskan bahwa menurut Pasal 69 ayat (4) Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 dalam melaksanakan fungsinya, penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

“Terhadap penggunaan pasal tersebut, Ketua Pengadilan Negeri tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan persetuhuan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Susi menilai, delapan kapal yang ditenggelamkan lainnya merupakan kapal-kapal yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap yang diproses hukum oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kegiatan penenggelaman dilakukan di beberapa lokasi yang berbeda pada tanggal 19 dan 20 Oktober 2015.

Pada tanggal 19 Oktober 2015, KKP diketahui menenggelamkan empat kapal berbendera Vietnam di Pontianak, Kalimantan Barat, dan TNI Angkatan Laut menenggelamkan sebanyak empat kapal berbendera Filipina (belum inkcracht) di Tarakan, Kalimantan Timur. Sementara itu, tanggal 20 Oktober 2015 ditenggelamkan tiga kapal (2 Vietnam, 1 Thailand) di Batam, Provinsi Kepulauan Riau, dan  satu kapal berbendera Thailand di Perairan Langsa, Aceh.  

“Penenggelaman dilakukan dengan menggunakan dinamit daya ledak rendah sehingga kondisi kapal tetap terjaga, dan dapat berfungsi menjadi rumpon di lokasi penenggelaman. Sebelumnya kapal ditarik ke perairan laut lepas untuk selanjutnya diledakkan,” jelas Susi.  

Kebijakan Bangkai Kapal

Susi berharap, kapal-kapal yang ditenggelamkan menjadi habitat baru bagi ikan-ikan di perairan tersebut sehingga meningkatkan kesejahteraan nelayan.

Adapun kegiatan penenggelaman dilaksanakan atas kerjasama yang intensif dari KKP, TNI AL, POLRI, Kejaksaan Agung, dan instansi terkait lain yang diwujudkan melalui berbagai dukungan, khususnya unsur-unsur Kapal Pengawas KKP, KRI TNI Angkatan Laut, dan Kapal Polisi.

“Selain itu, penenggelaman kapal pelaku illegal fishing yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkcracht) secara tegas diatur dalam Pasal 76A Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan,” kata Susi.

Menurut pasal tersebut, benda dan/atau alat yang digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan  dari  tindak  pidana  perikanan  dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan ketua pengadilan negeri, dan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) sebagaimana diatur dalam KUHAP. (ags/gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER