Pertamina Pastikan Tetap Beli LNG dari AS pada 2019

Diemas Kresna Duta | CNN Indonesia
Rabu, 28 Okt 2015 17:49 WIB
Pertamina meneken kontrak pembelian LNG dari Cheniere sebanyak 740 ribu ton per tahun pada 4 Desember 2013 dan direvisi menjadi 1,5 juta ton pada 1 Juli 2014.
Petugas bersiap merapatkan kapal Tugboat menuju kapal VLGC Pertamina Gas 2, saat bersandar di perairan Tanjung Priok, Jakarta, Sabtu (7/2). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) memastikan pembelian gas alam cair (LNG) sebanyak 1,5 juta ton per tahun dari anak usaha Cheniere Energy Inc, Corpus Christi Liquefaction LLC pada 2019.  Nilai kontrak pembelian LNG tersebut ditaksir mencapai US$ 13 miliar.

Wianda Pusponegoro, Vice President for Corporate Communication mengatakan, pembelian gas ini akan berlangsung selama 20 tahun sejak 2019, sesuai dengan kontrak yang telah diteken manejemen pada 2013 silam.

Menurutnya, Pertamina tak dapat memajukan rencana pengiriman kargo meski harga jual minyak mentah dan gas bumi saat ini sedang murah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Untuk pembelian LNG dari Cheniere tetap di 2019. Kalau untuk (dimajukan atau tidak), itu bukan soal (mereka) mau atau tidak mau. Namun kita harus atur dengan baik agar LNG bisa ter-deliver dengan baik juga support timing production yang sudah mereka rencanakan," kata Wianda kepada CNN Indonesia, Rabu (28/10).

Dalam kunjungan Presiden Joko Widodo ke AS, Senin (26/10), nilai kontrak pembelian LNG dari Amerika Serikat ini ditaksir mencapai kisaran US$ 13 miliar. Wianda menyangkal bahwa nilai kontrak tersebut kemahalan seperti yang disangkakan sejumlah pihak.

"Pertamina berpengalaman mengelola bisnis gas termasuk LNG sejak 1970-an. Maka tentunya langkah langkah mitigas sudah menjadi hal rutin bagi kami dengan berdasar pada nilai-nilai keekonomian," kata Wianda.

Pada kesempatan berbeda, pengamat kebijakan energi Yusri Usman berpendapat sudah seyogyanya manajemen Pertamina menghitung ulang kebutuhan gas perseroan pasca 2019. Hal ini penting agar BUMN migas itu dapat mengetahui secara detil neraca gas nasional demi menyiasati  kebutuhan dan bisnisnya.

"Saya tidak akan lari dulu ke masalah harga pembelian atau apapun. Namun yang juga menjadi problem di sini kenapa pemerintah tidak memprioritaskan BUMN lebih dulu untuk bisa mendapatkan gas bumi dalam negeri? Padahal gas itu merupakan komoditas yang sebenarnya bisa menggerakan industri dan perekonomian nasional," kata Yusri.

Kontrak pembelian gas bumi dari Cheniere sebanyak 740 ribu ton per tahun diteken pertama kali pada 4 Desember 2013. Pembelian LNG dari Amerika Serikat ini akan mengacu pada indeks harga bulanan Henry Hub, belum ditambah komponen tetap dan biaya pengiriman. Setelah dihitung ulang, kontrak pembelian  gas tersebut direvisi pada 1 Juli 2014 menjadi 1,5 juta ton per tahun.

Selain dari Cheniere, Pertamina sebelumnya juga berniat membeli gas dari Mozambik pada 2020.

"Kalau di sini terlihat jelas bagaimana BUMN juga harus bersulit-sulit mencari gas, padahal Indonesia katanya kaya gas. Saya pikir pemerintah memang belum serius mengurus sektor hulu gas diantaran dengan tidak adanya program pembangunan infrastruktur di sektor tersebut," jelas Yusri. (ags)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER