Kebijakan Pencabutan Subsidi PLN Dikritik YLKI

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Minggu, 01 Nov 2015 17:17 WIB
Sementara anggota Komisi VII DPR Ramson Siagian mengatakan pemerintah lebih baik membuat sistem pengawasan yang lebih tepat dan efektif dari mencabut subsidi.
Dirut PLN Sofyan Basir di ruang kerjanya, Kamis (15/1). (Dok. PLN)
Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana Perusahaan Listrik Negara untuk mencabut subsidi 22 juta pelanggan yang menggunakan daya 450 dan 900 VA, mendapat tentangan banyak pihak.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan pihaknya tidak menyetujui dan menyatakan protes perihal pencabutan subsidi ini.

Menurutnya, dengan pencabutan subsidi ini, maka sama aja membiarkan mekanisme pasar berjalan dan tidak ada lagi peranan negara dalam melindungi masyarakatnya.
"Ini sama saja kebijakan neolib, semua diserahkan ke pasar," kata Tulus dalam diskusi 'Energi Kita' di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (1/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tulus juga mengindikasikan ada jebakan yang diberikan pemerintah dan PLN, yang mencoba mengkonversi pengguna kedua daya itu ke 1300 VA atau ke golongan yang dikategorikan mampu.

Sebab, menurutnya ketika masyarakat dipaksa berpindah kepada kelompok 1300 VA atau golongan mampu, ada ketidaktahuan terhadap tarif yang dikenakan.
"Ketika berpindah ke 1300 VA, ada resiko tinggi masyarakat tidak tahu. Masyarakat berbondong-bondong pindah tapi masuk ke dalam jebakan," kata Tulus.

Tulus menjelaskan, masyarakat akan dikejutkan dengan tarif progresif yang ditetapkan pada golongan 1300 VA, dengan kenaikan membayar hingga 250 persen dengan yang biasa dibayar di kelompok 450 atau 900 VA.

"Jadi kalau tagihan kita Rp 150 ribu di 900 VA bisa Rp 400 hingga 500 ribuan perbulan di 1300 VA," ujar Tulus.

Untuk itu, pihaknya memberikan rekomendasi, agar pemerintah maupun PLN menaikan tarif secara gradual dan terukur berdasarkan kemampuan masyarakat untuk membayar, dibandingkan dengan mencabut subsidi 22 juta pelanggan kelompok 450 dan 900 VA.

Ia pun mengakui sejak tahun 2003 golongan 450 dan 900 VA belum mengalami kenaikan tarif.

Sistem Pengawasan

Anggota Komisi VII DPR RI Ramson Siagian juga tidak setuju atas rencana pencabutan subsidi ini. Menurutnya, pemerintah lebih baik membuat sistem pengawasan yang lebih tepat dan efektif daripada mencabut subsidi.

"Kami jelas tidak setuju kalau secara mendadak tanpa penelitian yang cermat mencabut subsidi pelanggan 22 juta itu," ujar Ramson.
Ramson menilai subsidi harus tetap diberikan, karena telah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 sebesar Rp 38,3 triliun. Ia pun mengaku terkejut dengan kabar ini dan menilai pemerintah harusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan parlemen.

Meski demikian, berdasarkan data yang ia miliki, banyak penyimpangan terjadi di golongan pengguna listrik 450 dan 900 VA yang ditujukan bagi masyarakat ekonomi rendah atau tidak mampu namun justru digunakan masyarakat mampu.

"Kami minta pertanggungjawaban pemerintah dan PLN soal pengurangan drastis ini, yang seharusnya mendapatkan subsidi tapi tidak diberikan lagi," kata Ramson.

Oleh karenanya, komisinya pasca reses akan memanggil Direktur Utama PLN, Dirjen Ketenagalistrikan, dan Menteri ESDM untuk membahas hal ini dan juga membahas penyusunan sistem pengawasan yang lebih efektif.

Sehingga, menurutnya, sistem pengawasan efektif akan membuat alokasi subsidi Rp 38,3 triliun di APBN 2016 menjadi tepat sasaran dibandingkan dengan mencabut subsidi untuk pelanggan 450 dan 900 VA.

"Kami hanya menginginkan sistem pengawasan agar pelanggan yang mampu jangan disubsidi lagi. Tidak dengan menghapus subsidi pelanggan 450 dan 900 VA," ujar Ramson.

Sebelumnya PT PLN (persero) akan mencabut subsidi listrik golongan 900 VA secara bertahap mulai 1 Januari 2016 guna mengurangi beban anggaran tahun depan. Adapun jumlah pelanggan listrik daya tersebut saat ini sebanyak 22,47 juta pelanggan.

Direktur Utama PLN Sofyan Basyir mengatakan tahap awal pencabutan subsidi akan dilakukan di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek) dengan jumlah pelanggan berkisar 4 hingga 5 juta pelanggan. Kendati demikian, pelanggan listrik berdaya 900 VA bisa mengajukan protes jika tidak mampu membayar tarif non subsidi di kemudian hari.

"Untuk langkah awal Jabotabek dan Jawa. Kalau mereka komplain, kami datangi dan minta kartu miskin dari mereka. Karena semangat awalnya adalah kami ingin tertibkan agar memastikan kalau subsidi itu benar-benar bagi rakyat miskin yang berhak dan layak," ujar Sofyan di Jakarta, Selasa (27/10). (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER