Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah kembali memperjuangkan konsep pengurangan tarif dari perdagangan produk yang berkontribusi terhadap pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan (
Development Goods) dalam Konferensi Tingkat Tinggi Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) di Manila, Filipina.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyebutkan, salah satu komoditas yang didorong masuk dalam daftar
Development Goods adalah produk produk kelapa sawit (CPO). Selain itu, Indonesia juga akan memperjuangkan komoditas seperti karet, kopi dan produk perkebunan lainnya agar masuk dalam kategori tersebut.
"Kami akan bicarakan
Development Goods dalam rapat besok. Aartinya bagaimana komoditas bisa bermanfaat bagi banyak orang," ujar Wakil Presiden di Manila, Rabu (18/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong mengatakan pemerintah akan melakukan pendekatan-pendekatan secara moderen dan progresif guna memasukan sejumlah hasil kebun Indonesia masuk dalam daftar
Development Goods. Pasalnya, pendekatan secara tradisional atau yang terkesan meminta-minta sudah tidak lagi bisa dilakukan di abad ke-21.
Akan tetapi, lanjutnya, jauh lebih baik jika pendekatan yang dilakukan saling menguntungkan bagi negara-negara anggota APEC.
"Jadi kita bukan mau cara yang kuno atau terlampau tradisional," kata Thomas.
Thomas menjelaskan, pendekatan secara modern dan progresif tersebut bukan lagi memasukkan barang-barang komoditas seperti kelapa sawit atau karet. Namun, lebih kepada produk-produk yang memiliki nilai tambah.
"Era komoditas itu sudah lewat, kita harus dorong nilai tambah, kalau kita hanya mendorong negara berkembang jadi petani terus, saya kira lambat makmurnya, tapi jika diolah dan dikemas dengan baik, menjadi produk premium, maka para petani serta pengrajin kita bisa cepat makmur," kata Tom
Tom menambahkan, beberapa contoh produk yang sudah memiliki nilai tambah tersebut adalah perhiasan dan aksesoris. Untuk produk tersebut, peningkatan ekspor tercatat mencapai 20 persen per tahun dan saat ini nilainya sudah mencapai lima miliar dolar Amerika Serikat.
"Pembuatannya (perhiasan dan aksesoris) cenderung di daerah dan UKM. Selama ini terus berpikir komoditas, tapi ada kepentingan nasional seperti produk yang unggul seperti perhiasan," kata Tom.
Pada KTT APEC 2012 di Vladivostok, Rusia, Indonesia pernah gagal memasukkan dua hasil tani Indonesia, yaitu karet dan kelapa sawit, dalam daftar produk ramah lingkungan (
Enviromental Goods List) demi mendapatkan pengurangan tarif . Pada saat itu terdapat kesepakatan mengenai produk-produk ramah lingkungan berhak mendapatkan tarif bea masuk hanya sebesar 5 persen. Namun, Indonesia sampai saat ini belum sepenuhnya menerapkan kesepakatan tersebut.
Thomas Lembong mengatakan Indonesia saat ini baru memenuhi 90 persen ketentuan barang-barang yang masuk dalam kategori Enviromental Goods.
"Kita sudah 90 persen
comply sudah memenuhi komitmen kami yang sebelumny, tinggal 10 persen dan itu akan terpenuhi dalam masa transisi lima tahun mulai dari sekarang," ujar Thomas di Manila.
Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, menuturkan ada tiga isu utama yang akan diusung pemerintah di KTT APEC Manila, yakni terkait komoditas pendukung pembangunan berkelanjutan seperti kelapa sawit, kerja sama infrastruktur, serta kemitraan di bidang maritim.
"Itu merupakan isu berkelanjutan yang kita coba usung dalam pertemuan puncak para pemimpin APEC," katanya kepada CNN Indonesia.