Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Rizal Ramli menilai skema bagi hasil produksi (
Production Sharing Contract/PSC) antara pemerintah dan kontraktor dalam pengelolaan hulu migas terlalu statis dan tidak dinamis terhadap perkembangan ekonomi.
Karenanya, ia menilai proporsi PSC-nya perlu diubah agar menjadi insentif bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Migas dalam mengeksplorasi cadangan minyak baru di Indonesia.
"Kalau ekonomi sedang
down, kita harus berlakukan kebijakan
counter cyclical. Kita mudahkan investasinya, bukan mengetatkan, makanya kenapa kita bilang kalau rasio PSC harus fleksibel dan kita akan ubah angkanya," tutur Rizal di Jakarta, Kamis (19/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, perubahan PSC diperlukan untuk meningkatkan eksplorasi migas yang diyakini berimplikasi positif terhadap tingkat produksi (lifting), yang selama ini mengalami penurunan dari tahun ke tahun.
"Apalagi saat ini harga minyak sedang rendah karena adanya
excess supply produksi minyak dunia akibat energi alternatif dan penemuan
shale gas. Kalau
excess produksi terjadi, maka ongkos peralatan eksplorasi harganya akan sangat turun sekali. Alangkah baiknya jika kita bisa memanfaatkan biaya eksplorasi murah itu dan membawa investasi migas ke Indonesia," tuturnya.
Rencananya, jelas Rizal, proporsi pemerintah di dalam PSC minyak akan diturunkan dari saat ini sebesar 85 persen. Demikian pula untuk bagi hasil gas akan dikurangi dari porsi saat ini 70 persen. Namun, perubahan pastinya akan ditentukan di kemudian hari.
"Tapi kebijakan ini juga tak akan berlaku seterusnya. Kalau harga minyak sudah membaik, maka kita bisa naikkan lagi porsi PSC pemerintah di angka 85 persen. Tapi kami pikir harga minyak dunia tak akan naik drastis dalam tiga atau empat tahun mendatang," tuturnya.
Untuk itu, Rizal segera memanggil Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas) guna membahas perubahan porsi bagi hasil produksi migas.
"Dengan cara ini, saya yakin lima tahun lagi produksi migas Indonesia bisa membaik," katanya.
SKK Migas mencatat tren penurunan produksi minyak bumi nasional dalam beberapa tahun terakhir. Apabila sebelum 2001 rata-rata lifting minyak bumi 1,4 juta barel per hari, maka dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penyesuaian (APBNP) 2015 hanya dipatok sebesar 825 ribu barel per hari. Bahkan hingga November 2015, realisasi lifting minyak hanya 784 ribu barel per hari.
(ags)