Jakarta, CNN Indonesia -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengakui puncak produksi Lapangan Banyu Urip yang dioperatori ExxonMobile Cepu Limited (EMCL) akan molor dari yang dijadwalkan.
Hal ini ditandai dengan diperpanjangnya masa penyewaan
Early Production Facility (EPF) dan
Early Oil Expansion (EOE) demi mengoptimalkan angka produksi minyak mentah. Padahal, kontrak fasilitas produksi ini sendiri akan habis pada akhir Desember mendatang.
"Jadi tanggal 27 November kemarin
whellpad disetop selama 2 minggu. Pertengahan Desember nanti CPF (
Central Processing Facility) akan mulai
startup dan naik pelan-pelan sampai 130 ribu barel per hari (bph). Dan rencananya EOE dan EPF diperpanjang 2 minggu," ujar Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi saat ditemui di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menyusul adanya perpanjangan pengoperasian EPF dan EOE, Amien bilang puncak produksi lapangan Banyu Urip sendiri baru bisa dirasakan mulai tahun depan.
Dengan demikian, ia memperkirakan puncak produksi akan berada di angka 165 ribu bph atau lebih rendah 40 ribu bph dari target sebelumnya di kisaran 205 ribu bph.
"Perhitungannya begini. Ini kan masih proses
ramp up, produksinya naik-naik sampai produksi optimal. Dan itu kan kira-kira menurut estimasi
engineering-nya dilihat stabil atau tidak stabilnya di pertengahan Januari. Kita butuh
backup kalau terjadi apa-apa," jelasnya.
Dengan melesetnya angka produksi dari lapangan yang berada di Blok Cepu, Jawa Timur itu Amien menaksir rerata angka produksi tahun depan akan berada di angka 823 ribu bph.
"Tadi saya menyebut 823 ribu bph tapi ini kan belum final. Karena proses
Work Program and Budgeting baru selesai Jumat ini. Setelah itu baru ketahuan prediksi
lifting yang akurat," tandasnya.
(dim)