Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diminta mewaspadai masih terbukanya celah bagi perusahaan-perusahaan penjual gas tanpa infrastruktur untuk tetap dapat memperoleh alokasi dari pemerintah.
Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 37 tahun 2015 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi dinilai masih memiliki kelemahan yang bisa dimanfaatkan pemburu rente yang menyebabkan harga gas domestik melonjak tinggi sampai ke tangan konsumen.
Laporan berjudul ‘Pengaturan Harga Gas’ yang diterbitkan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyatakan, perusahaan yang hanya membangun pipa sepanjang kurang dari 1 kilometer pun masih berhak mendapatkan alokasi gas dan meraup untung besar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Jawa Barat, PT BUE menurut laporan tersebut hanya membangun pipa sepanjang 950 meter dan mendapatkan margin US$ 0,5 per MMBTU. Sedangkan PT GE membangun pipa hanya sepanjang 182 meter dan mendapatkan keuntungan sampai US$ 2,25 per MMBTU.
"Tidak bisa dimengerti dari sudut pandang efisiensi, jarak konsumen dengan pipa Pertagas hanya 1 km yang diciptakan dua badan usaha. Ini bisa dikatakan mensiasati agar dikeluarkan izin pipa
dedicated hilir," tulis dokumen BPH Migas, dikutip Jumat (4/12).
Menanggapi hal tersebut, Pakar Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmy Radhi menilai Permen ESDM Nomor 37 seharusnya menjadi penyempurna Pedoman Tata Kerja BP Migas Nomor 29 Tahun 2009 (PTK 29) tentang Penjunjukkan dan Penjualan Gas Bumi/LNG/Elpiji Bagian Negara dan Permen ESDM Nomor 3 Tahun 2010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri.
Menurut Fahmy, dibandingkan dua aturan tersebut, Permen ESDM Nomor 37 secara gamblang memiliki semangat memangkas kepentingan para
broker gas yang selama ini membuat harga gas tinggi.
"Permen ESDM Nomor 37 salah satu tujuannya adalah untuk membatasi
trader non-infra struktur yang cenderung menjadi
broker," tegas Fahmi, kemarin.
Ia menilai selama ini para
broker gas atau calo gas itu sangat lihai memanfaatkan lemahnya aturan yang ada. Sehingga dengan leluasa melakukan praktik penjualan bertingkat dengan modal alakadarnya, namun menuai margin berlimpah sehingga membuat harga jual gas menjadi tinggi ketika sampai ke konsumen.
Terlalu LunakMeski aturan yang diteken Menteri ESDM Sudirman Said pada pertengahan Oktober 2015 itu sudah bagus, Fahmi menilai masih terlalu lunak bagi para petualang rente karena masih mengakomodir badan usaha niaga yang hanya membangun infrastruktur seadanya masih sah secara aturan untuk menerima alokasi gas dari pemerintah.
Menurut Fahmy salah satu kelemahan Permen ESDM Nomor 37 yang bisa dimanfaatkan para mafia gas pipa adalah Pasal 2 Ayat 3(e) yang antara lain menyatakan bahwa kebijakan alokasi ditetapkan dengan mempertimbangkan infrastruktur yang tersedia.
Hal ini menurutnya harus mendapat perhatian serius pemerintah. “Sehingga yang namanya
trader gas berfasilitas itu ya yang memang mengembangkan infrastruktur dan tidak hanya mencari rente saja,” tegas Fahmi.
Maraknya perilaku rente yang menyebabkan harga gas tinggi di konsumen adalah karena sampai dengan saat ini tidak ada satu pun peraturan pemerintah yang mengatur tentang margin para
broker gas tersebut. BPH Migas saat ini hanya mengatur tarif dan
toll fee infrastruktur, sedangkan margin
broker dibiarkan bebas tanpa batas.
(gen)