Kementrian ESDM Kaji Opsi Margin Usaha SPBG

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Rabu, 25 Nov 2015 15:50 WIB
Kementerian ESDM mengkaji opsi margin usaha yang lebih menguntungkan untuk menarik investor swasta ke sektor Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas.
Formulasi margin usaha SPBG sedang dikaji karena investasi yang mahal membuat investor swasta ragu terjun ke sektor ini. (Detik com/Agung Pambudhy)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia, ESDM, kini sedang mengkaji tiga pilihan formulasi menghitung keuntungan usaha yang optimal untuk menarik investor swasta masuk ke sektor usaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG).

Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Migas), I Gusti Wiratmaja Puja mengatakan tingkat keuntungan proyek SPBG selama ini terbilang tak menjanjikan karena tingkat pengembalian investasi internal (Internal Rate of Return/IRR) ada di kisaran 8 persen.

IRR ini kecil karena biaya pembangunan SPBG terbilang tak murah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk SPBG berkapasitas 1 juta kubik per hari (MMSCFD), biaya investasinya ditaksir mencapai US$1 juta, sementara rata-rata kapasitas SPBG mencapai 1 hingga 5 MMSCFD.

"Kami sudah memikirkan tiga opsi, diantaranya penghitungan margin berdasarkan basis IRR, bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk menurunkan cost pembangunan SPBG, serta pembelian Compressed Natural Gas (CNG) sebesar 50 persen dari harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi," kata Wiratmaja di Jakarta, Rabu (25/11).

Dia menambahkan bahwa pemerintah juga memiliki opsi lain yaitu menaikkan harga BBG dari Rp 3.100 per liter yang sekarang berlaku.

Namun hal itu tidak menjadi prioritas karena dikhawatirkan akan menjadi disinsentif bagi konsumen BBG.

"Kalaupun kami tingkatkan harga BBG, kami akan mempertimbangan aspek harga gas bumi di lapangan serta nilai tambah pemanfaatan gas bumi di dalam negeri. Hanya itu saja yang menjadi konsiderasi Kementerian ESDM," ujarnya.

Lebih lanjut, ia berharap formulasi baru margin usaha SPBG ini bisa selesai setelah Kementerian ESDM merevisi Peraturan Menteri ESDM no. 37 tahun 2015 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi pada Oktober lalu.

Peraturan ini menetapkan bahwa penggunaan gas bagi transportasi akan menjadi prioritas alokasi penggunaan gas bumi setelah lifting, pupuk, bahan bakar, dan kebutuhan rumah tangga.

"Meskipun proporsi penggunaan gas bagi kendaraan masih kecil, tapi persebarannya banyak dan bisa memiliki dampak yang besar. Sejauh ini, kami pun mencatat banyak investor swasta yang berminat masuk ke pengusahaan SPBG, tapi hampir semua keluhannya adalah masalah margin usaha," tuturnya tanpa memberitahu nama-nama investor yang dimaksud.

Kementerian ESDM memperkirakan kebutuhan gas dalam negeri sebesar 9.613 MMSCFD pada tahun 2015, dan kebutuhan gas bagi kendaraan mengambil proporsi 0,49 persen atau sebesar 47,2 MMSCFD.

Alokasi BBG itu tersebar di 70 titik SPBG yang sudah ada di Indonesia. (yns)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER