Kementerian ESDM Diminta Tak Masuk Angin Berantas Mafia Gas

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Senin, 23 Nov 2015 13:58 WIB
Pemerintah diminta berkomitmen untuk memberikan alokasi gas pada badan usaha yang membangun infrastruktur gas bumi.
Menteri ESDM Sudirman Said (kiri) didampingi Dirjen Migas IGN Wiratmaja. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diminta konsisten dan berkomitmen dalam menjalankan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 37 Tahun 2015 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi.

Pengamat Energi Marwan Batubara menilai, Menteri Sudirman dan Direktur Jenderal (Dirjen) Migas I Gusti Nyoman Wiratmaja harus konsisten sesuai komitmen dan pernyataannya untuk memberikan alokasi gas pada badan usaha yang membangun infrastruktur gas bumi sesuai ketentuan peraturan tersebut.

"Di sektor gas, Pak Sudirman pernah bilang ingin memberikan alokasi gas kepada mereka yang punya fasilitas, ya harus konsisten. Namun, saya mendengar kabar bahwa Permen 37 yang baru berlaku beberapa minggu itu akan ditarik lagi. Seharusnya kan sudah jelas alokasi diberikan kepada BUMN sesuai prinsip penguasaan negara," ujar Marwan saat dihubungi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Marwan mengaku akan sangat heran jika kemudian kebijakan alokasi gas bisa berubah bahkan sebeluFahmym diimplementasikan. Padahal Permen Nomor 37 dinilai sudah tepat dengan tujuan utama mempersempit ruang gerak para trader gas yang tidak memiliki infrastruktur. Pasalnya diperbolehkannya trader gas tanpa infrastruktur memperoleh alokasi gas, hanya akan membuat mahal harga gas ke industri dan masyarakat.

"Kalau Permen itu ditarik lagi, artinya ini kan cepat berubah sekali. Padahal kan kita ingin menghilangkan liberalisasi, jangan memberi alokasi pada trader yang tidak punya infrastruktur," tandasnya.

Untuk itu, ia meminta pemerintah konsisten dan memberikan porsi alokasi gas lebih banyak kepada BUMN yang diharapkannya dalam mendistribusikannya langsung ke pembeli akhir.

Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menambahkan, seharusnya Menteri ESDM tidak sampai kalah oleh desakan trader bermodal kertas untuk merevisi Permen 37 yang ditekennya pada 13 Oktober 2015 lalu.

Aturan baru tersebut, menurut Fahmy sangat positif untuk menjamin kelangsungan program konversi energi ke gas bumi melalui alokasi gas ke pihak-pihak yang memiliki komitmen membangun infrastruktur.

"Jangan hanya karena desakan trader jadi keder. Kepada Freeport dia berani terbuka, mestinya melawan trader-trader pemburu rente yang juga merugikan negara, Menteri ESDM tak boleh menyerah,” kata Fahmy.

Selama ini kata Fahmy para trader yang tidak membangun infrasfruktur gas bumi hanya memburu rente. Sebagian dari mereka mencoba mengelabuhi dengan cara membangun infrastruktur gas hanya sepanjang ratusan meter agar disebut memiliki fasilitas.

"Kalau Permen tersebut ditarik lagi kemudian tetap mengizinkan trader mendapatkan alokasi gas, hal ini merupakan blunder besar menteri ESDM," tegasnya.

Permen ESDM Nomor 37 Tahun 2015 merupakan pengganti Permen Nomor 3 Tahun 2010. Pasal 6 ayat (2) aturan baru tersebut menyatakan alokasi dan pemanfaatan gas diprioritaskan bagi BUMN yang telah mendapatkan penugasan penyediaan dan pendistribusian gas bumi oleh menteri dan BUMD yang berlokasi di daerah penghasil migas.

Dirjen Migas I Gusti Nyoman Wiratmaja dua pekan lalu menyatakan melalui Permen baru, pemerintah akan membatasi ruang gerak perusahaan-perusahaan yang selama ini berjualan gas bumi tanpa memiliki infrastruktur. Caranya adalah dengan memberikan penetapan alokasi gas, hanya kepada perusahaan pemilik infrastruktur.

"Infrastruktur yang pertama. Kalau badan usaha hanya bermodal izin maka secara otomatis dia tidak akan dapat alokasi gas, pokoknya yang memiliki infrastruktur sampai ke pembeli akhir itu yang pertama diprioritaskan," kata Wiratmaja.

Menteri ESDM Sudirman Said sebelumnya mengatakan, pemerintah mencatat saat ini ada 74 perusahaan trader gas yang beroperasi di Indonesia.

“Dari jumlah tersebut, hanya 13 perusahaan yang punya infrastruktur selebihnya tidak. Kami harus mencermati ini supaya pasar lebih sehat dan harga lebih transparan,” kata Sudirman. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER