Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) optimistis paket kebijakan ekonomi tahap VII yang diluncurkan oleh pemerintah bakal berdampak positif pada peningkatan daya saing investasi sektor padat karya. Pasalnya, para pengusaha dinilai tidak keberatan dengan persyaratan untuk insentif yang diberikan.
Untuk diketahui, paket kebijakan tersebut mencakup tiga poin utama yang berkaitan erat dengan peningkatan daya saing sektor padat karya. Pertama adalah insentif
tax allowance untuk industri garmen dan industri sepatu, kedua insentif keringanan pajak penghasilan (PPh 21) untuk kedua industri tersebut, serta layanan izin investasi 3 jam yang menghasilkan 8 produk perizinan ditambah 1 surat
booking tanah.
Kepala BKPM Franky Sibarani menyampaikan bahwa paket kebijakan tahap VII yang diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menunjukkan komitmen pemerintah terhadap sektor padat karya. Terlebih, dalam komunikasi dengan investor mereka mengkhawatirkan daya saing dibandingkan negara lain, terutama akibat
cost of production yang lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Paket kebijakan ini diharapkan berdampak positif tidak hanya bagi investor
existing yang mengalami masalah, namun juga menarik minat investasi baru maupun perluasan di sektor padat karya tersebut,” ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (5/12).
Menurut Franky, perusahaan yang berhak mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan (PPh 21) tersebut adalah perusahaan memperkerjakan minimal 5.000 orang, kemudian menyampaikan daftar pegawai perusahaan, serta hasil produksi yang diekspor minimal 50 persen dihitung dari hasil ekspor tahun sebelumnya.
“Keringanan diberikan untuk laporan penghasilan kena pajak sampai Rp 50 juta dibawah per tahun. Keringanan tersebut diberikan dalam waktu 2 tahun dan dapat dievaluasi untuk diperpanjang,” paparnya.
Ia menambahkan, pemberian insentif
tax allowance tersebut akan memerlukan perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu.
“Dalam
tax allowance tersebut, perusahaan akan mendapatkan keringanan pajak penghasilan sebesar 5 persen setiap tahun dari nilai investasi, selama 6 tahun,” katanya.
Franky mengaku, dalam komunikasinya dengan wakil Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), diperoleh informasi perusahaan-perusahaan industri garmen dan industri sepatu sangat mengharapkan adanya insentif fasilitas keringanan PPh 21 ini dan akan memanfaatkan insentif tersebut.
Pihak asosiasi, lanjut Franky, tidak keberatan dan menyetujui adanya persyaratan penyampaian daftar karyawan perusahaan pada waktu pengajuan permohonan insentif karena ini memang sudah menjadi kewajiban keikutsertaan karyawan dalam BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
Nilai ekspor industri tekstil pada tahun 2014 adalah US$ 5,56 milliar, industri sepatu US$ 2,99 milliar. Sementara pertumbuhan untuk industri tekstil pada semester I tahun 2015 meningkat secara signifikan sebesar 613 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 759 milliar. Adapun industri sepatu pada semester I tahun 2015 meningkat 58 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 3,88 trilliun.
Dari sisi investasi selama periode Januari-September 2015, sektor tekstil dan sepatu mencatatkan realisasi investasi sebesar Rp 11,55 triliun yang terdiri dari sektor tekstil sebesar Rp 9,8 triliun meningkat 148 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya dan sektor sepatu/alas kaki dengan nilai mencapai Rp 1,6 triliun atau turun 35 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Sektor tekstil dan sepatu menyerap 106.103 tenaga kerja efektif atau 6,2 kali dari daya serap sektor lainnya setara dengan penyerapan 17.124 tenaga kerja Indonesia per Rp 1 triliun investasi yang dilakukan di sektor tersebut.
(gir)