Jakarta, CNN Indonesia -- Komplikasi permasalahan ekonomi dunia mencapai puncaknya pada tahun ini dan berimbas pada perlambatan ekonomi nasional. Untuk meredam pelemahan ekonomi, pemerintahan Joko Widodo telah menerbitkan tujuh paket kebijakan ekonomi yang sebagian besar untuk mendorong investasi.
Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengakui dampak positif dari serangkaian paket kebijakan ekonomi itu belum terlalu tampak pada saat ini karena baru diluncurkan pada September 2015. Efektivitas baru akan tercermin pada kinerja ekonomi kuartal IV 2015 yang evaluasinya baru akan tuntas diukur pada Februari 2016.
"Paling tidak kita melihat denyut ekonomi di kuartal IV sudah lebih baik dibanding kuartal III. Dilihat dari berapa indikator, seperti dari konsumsi semen, konsumsi mobil, konsumsi listrik dan seterusnya, yang sudah ada tanda perbaikan," ujarnya kepada CNNIndonesia.com di rumah dinasnya, Minggu (6/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, pemerintah tidak cukup hanya menerbitkan tujuh paket kebijakan untuk memperbaiki struktur ekonomi Indonesia. Dia memastikan, masih akan ada paket-paket baru yang akan meluncur dalam waktu dekat.
"Kita menuju perbaikan di investasi dan itu tidak akan cukup hanya dengan sekian kali mengeluarkan paket. Masih ada yang lain," tuturnya.
Bambang tidak merinci paket-paket kebijakan baru yang akan dirilis pemerintah. Namun, ia memastikan setiap paket yang dikeluarkan disesuaikan berdasarkan skala prioritas dari masalah yang dihadapi perekonomian Indonesia.
"Paket itu sebagian berbicara mengenai jangka pendek, seperti menjaga daya beli masyarakat. Kami akan menjaga keseimbangan antara jangka pendek dan jangka panjang," jelasnya.
Jaga Daya BeliTak hanya investasi, Menkeu mengatakan pemerintah juga tak melupakan daya beli masyarakat dalam paket kebijakan ekonominya. Ia menyebutkan, setidaknya ada lima sub kebijakan yang menyasar pada peningkatan konsumsi masyarakat.
Kelima sub kebijakan tersebut meliputi pemberian beras untuk rakyat miskin (Raskin) bulan ke-13 dan ke-14, penyesuaian harga jual bahan bakar minyak (BBM) dan energi lainnya, kemudahan pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan kredit khusus untuk mencegah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), serta diskon pajak penghasilan (PPh) pasal 21 khusus pekerja di industri padat karya.
"Itu semua larinya menjaga daya beli masyarakat secara langsung dan tidak langsung," tuturnya.
Selain itu, mantan Komisaris Independen PT PLN (Persero) menyebut program pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah secara tidak langsung juga menimbulkan efek berganda terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Pasalnya, proyek-proyek infrastruktur yang dibangun menciptakan banyak lapangan kerja yang outputnya pada peningkatan daya beli masyarakat.
"Kalau (dampak ke) daya beli saat itu juga langsung (dirasakan). Kalau untuk investasi itu jangka panjang.Yang paling penting, kami harus yakinkan karena sumber pertumbuhan dari komoditas sudah tidak ada lagi dengan harga rendah itu," tuturnya.
(gen)