Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan pemerintah harus bersiap-siap menghadapi kondisi terburuk dari melesetnya target penerimaan negara di tengah tingginya kebutuhan anggaran belanja. Risiko terburuk yang perlu diantisipasi adalah membengkaknya defisit fiskal menjadi 2,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Kita harus
prepare untuk kondisi terburuk, yaitu kondisi defisitnya sampai 2,7 persen (PDB)," ujar Bambang di rumah dinasnya, Minggu (6/12).
Kendati tutup tahun fiskal 2015 kurang dari sebulan, namun Bambang masih berharap ada keajaiban dari sisi penerimaan perpajakan pada Desember ini. Sementara dari sisi belanja negara, ia optimistis realisasinya tidak akan bergerak jauh dari yang sudah direncanakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perkiraan belanja sampai akhir tahun itu 92 persen, itu belanja total. Kalau belanja kementerian/lembaga (K/L) sekitar 88 persen. Kalau transfer ke daerah dan belanja non K/L ya di atas 95 persen pastinya," tuturnya.
Pajak 85 Persen
Dari sisi penerimaan pajak, Bambang menitahkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) agar dapat memenuhi minimal 85 persen dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 yang sebesar Rp 1.294,26 triliun.
Untuk itu, ia menugaskan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi untuk mencari penerimaan pajak minimal Rp 225 triliun pada bulan ini. Tujuannya satu, agar kekurangan atau
shortfall anggaran tidak lebih dari Rp 195 triliun.
Dari sisi pembiayaan, Bambang tak terlalu khawatir mengingat Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) telah menunaikan tugasnya dengan baik. Dari rencana pembiayaan defisit sebesar Rp 222,5 triliun atau 1,9 persen PDB, Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Robert Pakpahan dan anak buahnya telah melampaui target tersebut.
(gen)