Jakarta, CNN Indonesia -- Sinyal Bank Sentral Amerika Serikat (AS) menaikkan suku bunga acuan dalam rapat
Federal Open Market Committee (FOMC) pada 15-16 Desember mendatang bakal diantisipasi pemerintah dengan sejumlah strategi.
Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menyebut pemerintah tidak merasa khawatir akan risiko yang dihadapi Indonesia jika rencana The Federal Reserves menaikkan suku bunga jadi direalisasikan. Sebab menurut Bambang, spekulasi penaikan suku bunga acuan AS dari angka 0-0,25 persen sudah terjadi sejak 2013.
“Rencana kebijakan itu sudah di
price-in di dalam perhitungan pelaku pasar modal, sehingga yang terjadi seolah-olah rupiah melemah dan dolar menguat. Padahal The Fed belum menaikkan tingkat bunga, itu yang namanya
price-in. Jadi mereka sudah ambil untung di depan,” kata Bambang kepada CNNIndonesia.com di kediaman dinasnya, Minggu (6/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bambang meyakini apabila The Fed
Rate jadi naik, rupiah tidak akan tertekan sangat dalam lagi karena sebagian dampaknya terhadap mata uang Indonesia sudah terjadi saat ini.
“Tahun depan dari sisi fiskal, pemerintah akan fokus menjaga defisit dan menjaga inflasi. Itu dua yang paling penting,” kata Bambang.
Selain itu, Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) juga akan terus berupaya menciptakan pertumbuhan konsumsi dan daya beli masyarakat. Caranya adalah dengan mendorong investasi lebih deras lagi mengalir ke Indonesia.
“Pertumbuhan investasi harus lebih tinggi daripada tahun sekarang. Di samping belanja pemerintah. Jadi belanja pemerintah akan menjadi faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi,” kata Bambang.
Waspadai OutflowDisinggung mengenai kemungkinan terjadinya
capital outflow setelah The Fed menaikkan suku bunga, mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyatakan pemerintah harus bisa menjaga fundamental ekonomi. Tujuannya agar Indonesia tetap menjadi perhatian pemodal dari luar negeri.
“Makanya investasi sektor riil harus kita dorong, karena itu adalah inflow yang tidak mudah keluar masuk. Untuk mendorong investasi di sektor riil, otomatis debirokratisasi, deregulasi, kemudahan izin, perbaikan infrastruktur harus menjadi perhatian,” kata Bambang.
Langkah tersebut telah diambil pemerintah melalui tujuh paket kebijakan ekonomi yang sudah dikeluarkan dengan tujuan menarik modal asing masuk ke sektor riil.
“Kalau untuk portfolio, selama kita punya
timing yang tepat dan kita bisa menjaga fundamental makro maka investor asing akan tetap tertarik. Saat ini dari pengamatan para investor asing, Indonesia dan Filipina adalah negara yang masih
bullish diantara negara Asean lainnya,” ujar Bambang.
Nyatanya, dari penerbitan Global Bond belum lama ini pemerintah berhasil menarik dana segar US$ 3,5 miliar di tengah kondisi pasar yang lesu.
“Kalau kita bisa menjaga indikator dan kebijakan ekonomi secara konsisten, masih ada peluang untuk
inflow. Tapi yang perlu dipertegas
inflow sekarang tidak akan semudah
inflow dulu. Karena pada waktu itu semua orang
bullish akibat harga komoditas tinggi, ekspor tinggi, pertumbuhan tinggi,” katanya.
(gen)