Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengungkapkan Sigit Priadi Pramudito sebenarnya telah menyatakan keinginannya untuk mundur sebagai Direktur Jenderal Pajak sejak September 2015. Keraguan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap kapasitas Sigit dinilai Bambang sebagai alasan utama saat itu.
"September, waktu itu ada rapat kerja dengan DPR. Mungkin waktu itu DPR menyangsikan kemampuannya," ujar Bambang kepada CNNIndonesia.com di rumah dinasnya, Minggu (6/12).
Tepat 1 Desember 2015, lanjut Menkeu, Sigit melayangkan surat resmi pengunduran dirinya sebagai orang nomor satu di Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Keputusan itu diambil Sigit setelah mempertimbangkan kecil sekali kemungkinan target penerimaan pajak tercapai sesuai dengan yang diharapkan pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya saya bisa saja tidak mengabulkan, tapi saya berpikir kita harus jaga penerimaan sampai akhir tahun," tutur Bambang.
Sebagai penggantinya, Bambang menunjuk Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Ken Dwijugiasteadi sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pajak. Sebelumnya, Ken merupakan Mantan Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II.
"Saya tahu Pak Ken itu punya kemampuan di lapangan. Kalau sudah waktunya mepet dan targetnya seperti itu, maka harus orang lapangan. Makanya saya tunjuk Pak Ken sebagai Plt. Minimal sampai Desember ini, sesudah itu kita lihat pencapaiannya," jelas alumnus University of Illinois, Amerika Serikat.
Sigit Priadi Pramudito merupakan Dirjen Pajak tersingkat sepanjang sejarah Indonesia yakni hanya 10 bulan. Ia dilantik pada Februari 2015 menggantikan Fuad Rahmany dan menyerahkan kursi panas Dirjen kepada Ken Dwijugiasteadi pada 1 Desember 2015.
Dalam surat perpisahannya, Sigit menjelaskan alasan pengunduran dirinya sebagai Dirjen Pajak semata-mata sebagai bentuk tanggung jawab atas kegagalannya mencapai target penerimaan pajak yang dapat ditolelir, yakni di atas 85 persen.
Berdasarkan perkiraan Sigit, target penerimaan pajak yang dipatok sebesar Rp 1.294 triliun hanya akan tercapai sekitar 80-82 persen hingga akhir 2015.
(gen)