Perusahaan Belum Punya Infrastruktur Bisa Dapat Alokasi Gas

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Selasa, 08 Des 2015 07:10 WIB
Perusahaan swasta yang belum memiliki infrastruktur diusulkan bisa memperoleh jatah gas dengan syarat segera membangun pipa distribusi.
Perusahaan swasta yang belum memiliki infrastruktur diusulkan bisa memperoleh jatah gas dengan syarat segera membangun pipa distribusi. (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal).
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana merevisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi.

Jika dalam aturan yang diteken Sudirman Said pada 13 Oktober lalu prioritas alokasi gas bumi hanya dialokasikan kepada badan usaha milik negara dan daerah (BUMN/BUMD), namun kali ini pemerintah mengakomodir perusahaan swasta yang belum memiliki infrastruktur pipa gas untuk bisa mengantongi jatah gas.

"Bisa saja setelah dapat alokasi, sekarang langsung dibangun. Nanti batas waktu pembangunan infrastruktur ditentukan dalam Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG),” ujar Direktur Jenderal Migas I Gusti Nyoman Wiratmaja, tadi malam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wiratmaja mengaku ingin membuat suasana investasi di bidang hilir migas lebih kondusif dengan menerapkan perubahan kebijakan tersebut.

“Sehingga prioritas alokasi gas tidak perlu dituliskan lagi, langsung diganti menjadi diberikan kepada BUMN, BUMD, dan badan usaha yang mempunyai jaringan gas. Dan ini sudah saya laporkan ke Menteri ESDM,” ujarnya.

Untuk menghindari aksi perburuan rente terjadi, Wiratmaja memastikan para trader gas swasta baru bisa mendapat gas setelah membangun infrastruktur.

“Nanti ada tata waktunya di sana. Siapapun yang mau dapat gas harus bangun infrastruktur," katanya.

Menteri ESDM Sudirman Said mencatat ada 74 perusahaan trader gas yang beroperasi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, hanya 13 perusahaan yang punya infrastruktur dan 61 perusahaan selebihnya tidak.

“Kami harus mencermati ini supaya pasar lebih sehat dan harga lebih transparan,” kata Sudirman beberapa waktu lalu.

Semangat Sudirman memberantas pemburu rente yang bisa berjualan gas tanpa infrastruktur melalui Permen Nomor 37 tahun 2015 sebelumnya mendapat apresiasi Pakar Hukum dan Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Irine Handika.

Irine menilai kebijakan tersebut sudah membatasi ruang gerak mafia gas. Namun di lapangan, Permen tersebut mendapat kritikan dari Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kardaya Warnika yang menyebut aturan menteri berseberangan dengan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas).

Menurut Kardaya, UU Migas tidak mengatur adanya kewajiban pelaku usaha untuk memiliki infrastruktur pipa gas, maka para pelaku usaha semestinya tetap diperbolehkan untuk melanjutkan usahanya.

“UU masih bolehkan (pelaku usaha) gak punya (infrastruktur). Kita kan mesti ikut UU. Kalau mau dilarang, UU-nya mesti ada dulu," ungkap Kardaya.

Menanggapi pernyataan Mantan Kepala BP Migas tersebut, Irine meminta Menteri ESDM harus konsisten dalam menerapkan aturan. Jangan karena tekanan pihak tertentu termasuk Komisi VII, kemudian tiba-tiba melakukan revisi kembali atas Permen yang telah dibuatnya.

Jika masih banyak perusahaan penjual gas yang hanya mengandalkan kertas dan lobi, sulit bagi pemerintah untuk melakukan konversi ke gas bumi. Irine menilai biaya pembangunan infrastruktur gas sangat mahal dan butuh waktu lama untuk mengembalikan modal, akibatnya harga gas bagi pengguna industri maupun rumah tangga tetap tinggi. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER