Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memperkirakan pertumbuhan industri ritel tahun ini hanya mencapai 9 persen. Rendahnya daya beli masyarakat tahun ini membuat pertumbuhan industri tersebut merosot dibandingkan realisasi 2014 yang mencapai 13-14 persen.
Meski demikian, Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mande mengaku gembira melihat geliat industri ritel di kuartal IV 2015. Sebelumnya, pada paruh pertama tahun ini industri ritel sempat anjlok di kisaran 15-16 persen melanjutkan pelemahan kinerja yang sudah terasa sejak akhir tahun lalu.
“Kuartal ke IV tahun lalu industri ini sudah mengalami
downtrend tetapi kuartal ke IV tahun ini justru sebaliknya,
uptrend,” ujar Roy saat ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Senin (14/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Roy, pelemahan ekonomi yang terjadi sepanjang 2015 telah membuat masyarakat mengubah perilaku berbelanja dengan lebih banyak menahan pengeluaran. Di tambah lagi fluktuasi nilai tukar rupiah, membuat produk-produk impor yang masih banyak menghiasi gerai ritel menjadi terlihat mahal.
“Masyarakat sudah mulai
smart. Ketika semester I 2015 mereka lihat fluktuasi nilai tukar tinggi kemudian faktor (biaya) energi yang bukan turun malah naik, kemudian faktor belanja negara untuk menggerakan roda ekonomi terhambat, konsumsi masyarakat itu kebanyakan untuk yang level menengah ke atas itu menunda,” ujarnya.
Namun demikian, pada paruh kedua tahun ini kepercayaan masyarakat sudah mulai membaik menyusul terbitnya paket kebijakan ekonomi pemerintah. Selain itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga sudah mulai banyak dicairkan.
Produk MakananProduk ritel yang dinilai Roy masih mengalami pertumbuhan penjualan positif tahun ini adalah makanan mengingat makanan merupakan kebutuhan pokok. Sedangkan produk non-makanan mengalami penurunan salah satunya tekstil dan produk tekstil.
“Pakaian, garmen, tekstil memang ada penurunan karena memang selain konsumsi masyarakat turun, kebutuhan dari bahan baku dan penolongnya masih impor,” ujarnya.
Roy berharap kinerja industri ritel tahun depan bisa membaik selama terjadi perbaikan perekonomian, harmonisasi kebijakan fiskal dan moneter serta kondisi politik yang kondusif. Disebutkan Roy, biasanya, pertumbuhan industri ritel tiga hingga empat kali dari pertumbuhan ekonomi domestik.
“Kami berharap di 2016 mudah-mudahan (industri ritel) bisa kembali tumbuh di angka 13-14 persen,” kata Roy.
(gen)