Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diminta bersikap tegas terkait keberadaan layanan taksi Uber yang dioperasikan oleh perusahaan peranti lunak melalui jasa panggilan mobil yang disediakannya. Pasalnya selama ini taksi Uber sama sekali tidak mematuhi aturan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan dalam UU Nomor 22 disebutkan, untuk menjadi angkutan publik maka Uber harus memiliki badan hukum yang jelas, membayar pajak, dan memakai pelat kuning. Jika masih memakai pelat hitam, maka mobil yang dioperasikan Uber masuk kategori mobil sewaan dan tidak tepat disebut taksi.
"Regulator terkesan tidak tegas terhadap hal ini. Meskipun hal ini menguntungkan konsumen dari sisi pemesanan (
online) dan tarif yang lebih murah, tapi tetap saja kalau di kemudian hari ada apa-apa seperti pelanggaran berupa kriminal dan konsumen dirugikan, lantas konsumen mau lapor ke siapa?" tegas Agus, Rabu (16/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agus menilai, Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sudah lebih tegas menolak keberadaan taksi Uber di Jakarta, karena dianggap ilegal.
"Untuk itu saya minta Kemenhub tegas untuk menyikapi hal ini. Langsung saja dilarang kalau tidak mau patuh terhadap UU. Jangan masuk ke wilayah abu-abu,” katanya.
Sementara soal kabar yang menyebutkan pendapatan seorang pengemudi taksi Uber yang mencapai Rp 16 juta per bulan, kata Agus, hal itu salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengejar anggota di Indonesia. "Hal itu hendaknya disikapi secara hati-hati oleh masyarakat,” ujar Agus.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Djoko Sasono mengatakan jika Uber masih ingin beroperasi maka harus menjadi perusahaan yang legal dengan mematuhi semua UU Nomor 22 yang mengatur industri angkutan darat. Seperti berbadan hukum yang jelas, kendaraan yang dimiliki harus laik jalan melalui pengujian kendaraan bermotor (KIR), membayar asuransi untuk penumpang, sampai mengggunakan pelat kuning.
Meski demikian, Djoko memastikan pemerintah akan terus mendukung aplikasi yang membangun transportasi cerdas di Indonesia dengan cara memenuhi peraturan perundang-undangan.
Selain Agus Pambagio, penolakan taksi Uber juga dilakukan oleh manajemen PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II yang dengan tegas menolak layanan taksi Uber di Bandara Soekarno-Hatta. Keberadaan taksi Uber di bandara-bandara kelolaan AP II dinilai hanya akan mempersulit upaya penertiban taksi liar yang tengah coba diakomodir perusahaan menjadi lebih terorganisir.
(gen)