Pemerintah Perketat Prosedur Pembuangan Air Penyeimbang Kapal

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Kamis, 26 Nov 2015 16:57 WIB
Pemerintah meratifikasi Piagam Konvensi Ballast Water Management (BWM) yang mengharuskan diterapkannya pengelolaan air ballast sesuai standar internasional.
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dalam pidatonya di depan Presiden dan anggota International Maritime Organization (IMO) di London, mengungkapkan Indonesia kembali mengajukan pencalonan menjadi anggota dewan IMO kategori C periode 2016-2017. (Dok. Kementerian Perhubungan).
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Indonesia meratifikasi Piagam Konvensi Ballast Water Management (BWM) saat mengikuti Sidang Majelis International Maritime Organization (IMO) ke-29 di Kantor Pusat IMO, London, Inggris. Ratifikasi tersebut menurut Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menunjukkan komitmen Indonesia untuk melindungi ekosistem laut akibat kegiatan pembuangan air penyeimbang kapal (ballast water).

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan (Kemenhub) J.A. Barata menjelaskan ballast water adalah air yang digunakan oleh kapal pada saat muatan kosong atau setengah terisi sebagai pemberat untuk menjaga keseimbangan kapal. Diperkirakan terdapat ribuan jenis spesies di dalam ballast water yang dibawa kapal, seperti bakteri, ubur-ubur, larva, dan telur hewan, serta bentuk planktonik hewan-hewan yang berukuran lebih besar.

“Hewan berukuran kecil ini umumnya mati selama perjalanan akibat proses ballast dan lingkungan dalam tangki ballast. Namun ada juga spesies yang bertahan dan berhasil lolos pada saat pembuangan air ke laut. Hal tersebut dapat membahayakan kehidupan lingkungan laut, mengubah ekosistem laut dan mengganggu kesinambungan pemanfaatan sumber daya pantai,” ujar Barata melalui keterangan pers, Kamis (26/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia melanjutkan, dampak dari perkembangan spesies asing di laut menurut IMO lebih sulit ditanggulangi dibanding dampak dari pencemaran akibat tumpahan minyak. Isu tersebut telah menjadi masalah global sehingga perlu mendapatkan perhatian lebih serius dari seluruh komunitas maritim dunia.

Sebagai konsekuensi meratifikasi konvensi BWM, Barata menyebut pemerintah harus menyusun prosedur yang tepat dan wajib diterapkan seluruh perusahaan pemilik kapal di Indonesia dalam mengelola dan membuang air ballast. Sampai saat ini sudah 45 negara yang telah meratifikasi konvesi BWM.

“Dengan meratifikasi konvensi tersebut maka Indonesia akan memberlakukan konvensi secara penuh, terhitung enam bulan setelah Indonesia menyerahkan Piagam Aksesi dimaksud,” katanya.

Ratifikasi oleh Indonesia terhadap konvensi tersebut merupakan bentuk kerjasama antara Indonesia dengan IMO dalam kerangka IMO-NORAD Project (the Norwegian Agency for Development Cooperation) serta dukungan dari proyek Globallast. Adapun IMO-NORAD Project adalah salah satu program IMO yang memberikan bantuan bagi negara-negara di Asia Timur untuk mempercepat ratifikasi konvensi IMO di bidang lingkungan maritim.

Sebelumnya Direktorat Jenderal Perhubungan Laut bekerjasama dengan the International Maritime Organization (IMO) dan the Norwegian Agency for Development Cooperation (NORAD) menyelenggarakan kegiatan National Seminar on the Readiness of Stakeholder for Ballast Water Management (BWM) Convention yang diselenggarakan di Jakarta bulan Oktober lalu, membahas lebih dalam mengenai persiapan ratifikasi konvensi BWM dan isu-isu terkait lainnya.

Anggota Dewan IMO

Pada kesempatan yang sama, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dalam pidatonya kepada Presiden IMO di London, mengungkapkan, Indonesia kembali mengajukan pencalonan menjadi anggota dewan IMO kategori C periode 2016-2017.

“Kami memiliki keyakinan yang kuat bahwa dukungan Anda pada pencalonan kami akan memungkinkan kami untuk memberikan kontribusi lebih untuk dunia pelayaran,” jelas Jonan di depan Presiden dan negara-negara anggota IMO.

Sejak tergabung dalam anggota IMO, kontribusi Indonesia di pelayaran dunia cukup signifikan dengan ikut berpartisipasi aktif. Partisipasi yang dilakukan diantaranya, keterlibatan dan pelaksanaan Instrumen IMO untuk menambah daftar ratifikasi Konvensi Bunker 2001 dan Konvensi Anti-Fouling System (AFS) 2001 di dua tahun terakhir.

Selain itu, ketika IMO menyerukan pelaksanaan yang efektif untuk instrumen IMO, Indonesia bersedia diaudit di bawah Anggota IMO yang tergabung dalam Pemeriksa Keuangan (VIMSAS) pada bulan November 2014.

Indonesia juga menunjukkan perhatian serius terhadap masalah kerusakan polusi lintas batas serta pengembangan sumber daya manusia di bidang kepelautan sesuai standar Internasional. Sidang Majelis atau Assembly IMO yang ke-29 dilaksanakan pada 23 November hingga 2 Desember 2015 di London, Inggris. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER