Jakarta, CNN Indonesia -- Indeks saham utama Amerika di bursa Wall Street kembali mengalami kontraksi pada perdagangan Kamis (17/12) waktu New York atau Jumat (18/12) dini hari waktu Jakarta, setelah sempat menguat pada hari sebelumnya terpicu kebijakan suku bunga acuan The Federal Reserve.
Kekhawatiran pelaku pasar modal Amerika meningkat terhadap kondisi ekonomi global yang masih rapuh menyusul kembali anjloknya harga minyak mentah.
Reuters mencatat, indeks Dow Jones Industrial Average turun 253,25 poin atau 1,43 persen ke level 17,495.84, sedangkan indeks S&P 500 negatif 31,18 poin, atau 1,5 persen menjadi 2,041.89. demikian pula dengan indeks Nasdaq Composite yang turun 68,58 poin atau 1,35 persen ke level 5,002.55.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koreksi harga saham Amerika dipimpin oleh penurunan saham-saham di sektor energi dan komoditas. Saham Exxon (XOM.N) dan Chevron (CVX.N) turun masing-masing 1,5 persen dan 3,1 persen.
Saham perusahaan tambang Newmont Mining (NEM.N) anjlok 7,7 persen menjadi US$17,61, memimpin penurunan saham komoditas pertambangan.
Indeks S&P 500 Materials (SPLRCM) tercatat minus 1,9 persen, sedangkan S&P indeks energi (SPNY) turun 2,5 persen.
Sementara dari pasar komoditas, harga minyak jenis WTI turun US$72 sen atau sekitar 1,6 persen menjadi US$ 34,8 per barel. Sebelumnya pada perdagangan Senin, WTI sempat menyentuh level terendah dalam tujuh tahun terakhir di level US$ 34,53 per barel.
Sedangkan harga minyak mentah jenis Brent, yang menjadi patokan minyak mentah global, turun US$30 sen menjadi US$37,09 per barel atau mendekati level terendah dalam 11 tahun.
WTI dan Brent turun sekitar 3 persen pada Rabu setelah data pemerintah AS menunjukkan adanya peningkatan pasokan minyak di negara tersebut.
Sebelumnya, pasar saham rally pada Rabu setelah The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 0,25 hingga 0,5 persen. Pelaku pasar pada saat itu menunjukkan optimismenya terhadap masa depan ekonomi terbesar dunia itu.
Namun, kekhawatiran investor kembali muncul setelah fokusnya teralihkan ke pasar komoditas yang terus melanjutkan pelemahan.
Hugh Johnson, chief investment officer of Hugh Johnson Advisors LLC di Albany, New York menilai perlambatan ekonomi China telah mengirimkan sinyal negatif ke seluruh dunia melalui penurunan harga minyak dan komoditas. "Ini meningkatkan pertanyaan serius tentang permintaan global dan ekonomi global."
(ags)