Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memastikan tidak akan ada lagi oknum pemerintah yang menghambat proyek pembangunan kilang di Indonesia. Ia mengakui, tersendatnya proyek pembangunan kilang baru selama 25 tahun terakhir tidak lain akibat ganjalan oknum-oknum di pemerintahan sendiri.
Oleh karena itu kebijakan Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) yang memfasilitasi pembangunan kilang minyak baru dalam paket kebijakan ekonomi jilid VIII dinilai Darmin sebagai suatu keberhasilan.
"Pembangunan kilang terakhir terjadi pada 25 tahun lalu. Banyak orang senang tak ada kilang di Indonesia," kata Darmin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sayangnya, ia enggan menyebutkan nama oknum yang menentang pembangunan kilang di dalam negeri. Ia hanya memastikan upaya menjegal setiap rencana pembangunan kilang dilakukan agar Indonesia tetap melakukan impor minyak dari luar negeri.
Darmin menceritakan pada saat dirinya menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak, isu pembangunan kilang sempat menjadi prioritas pemerintahan ketika itu. Bahkan, dua investor Timur Tengah sudah datang dan menyatakan keseriusannya membangun fasilitas pengolahan minyak mentah menjadi produk bahan bakar minyak (BBM) tersebut.
“Namun kandas di tengah jalan lantaran keiginan investor mendapatkan penghapusan pajak ditolak pemerintah,” katanya.
Padahal, keberadaan kilang baru diyakini bisa mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan bakar minyak.
Paket Kebijakan Ekonomi VIIINamun, setelah tadi malam pemerintah mengumumkan paket kebijakan ekonomi ke VIII yang menyertakan keharusan pembangunan kilang, ia optimistis investor swasta akan tertarik membangun kilang di Indonesia dengan PT Pertamina (Persero) sebagai pembali produk kilang tersebut.
"Ini seperti praktik di pembangkit listrik,” jelasnya.
Menurut Darmin, keterlibatan penuh swasta dalam pembangunan kilang menjadi opsi alternatif. Sebab, Pertamina tetap ngotot mengusulkan dua skema pembangunan kilang.
Yaitu, penugasan pemerintah terhadap Pertamina. Dan, Pertamina bekerja sama dengan swasta.
"Kalau join, jelas Pertamina menjadi tak efisein. Bahkan, Pertamina bisa menularkan ketidakefisienan itu pada swasta yang diajak kerja sama," jelasnya.
(gen)