Jakarta, CNN Indonesia -- Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai gejolak dinamika sosial-politik yang meningkat sebagai respon atas rencana pemungutan Dana Ketahanan Energi (DKE).
Sebagai warga negara, Yustinus dapat memahami respon publik yang merasakan terlalu banyak jenis pungutan dari negara, baik yang resmi maupun tak resmi. Hal ini terkait pula dengan rencana pemungutan DKE per 5 Januari 2015 atas setiap liter premium, yang dari sisi manfaat penggunaanya belum jelas bagi masyarakat.
"Sejarah mencatat jatuh bangunnya peradaban dan kekuasaan disulut oleh beban pajak dan pungutan yang tinggi," ujarnya kepada CNN Indonesia, Rabu (30/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara normatif, jelas Yustinus, pungutan DKE dimungkinkan jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi maupun Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Ketahanan Energi Nasional. Namun, pungutan oleh negara sesuai Pasal 23A Undang-Undang Dasar (UUD) hanya berupa pajak atau pungutan lain yang diatur dengan undang-undang khusus.
"Karena belum ada UU sebagai pelaksanaan Pasal 23A tentang pungutan bukan pajak, maka kita tunduk pada UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)," tuturnya.
Untuk itu, Yustinus menyarankan agar dibuat Peraturan Pemerintah (PP) khusus sebagai aturan pelaksana dari Pasal 23A UUD. Adapun skema pungutan DKE bisa meniru konsep dana perkebunan kelapa sawit (
CPO Supporting Fund) yang dipungut oleh BAdan Layanan Umum (BLU).
"Tanpa ada PP yang mengatur jenis dan tarif pungutan DKE, pungutan DKE berpotensi melanggar UUD dan UU. Hal ini akan menambah persoalan di ruang publik, ditambah kemasan isu yang seolah tak peka pada beban rakyat," jelas Yustinus.
Dia berharap pemerintah memperhatikan sisi regulasi dan transparansi tata kelola agar tiadk menimbulkan dampak buruk di masa depan. "Setidaknya mulai diwacanakan bahwa pungutan ini masih konsep atau ide dan bisa diterapkan jika PP terbit dan dimasukkan dalam APBNP 2016," katanya.
(ags)