Ekonomi 2015 Tumbuh Mengecewakan, Jokowi Tuntut Perbaikan

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Senin, 04 Jan 2016 11:25 WIB
Tahun perdana Jokowi memimpin sebagai Presiden Indonesia juga ditandai dengan tidak tercapainya berbagai target asumsi makro lainnya.
Tahun perdana Jokowi memimpin sebagai Presiden Indonesia juga ditandai dengan tidak tercapainya berbagai target asumsi makro lainnya. (REUTERS/Darren Whiteside)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2015 lebih rendah dibandingkan 2014. Kinerja yang mengecewakan tersebut menurut Jokowi banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal yang membuatnya menuntut perbaikan di tahun ini.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan realisasi pertumbuhan ekonomi sepanjang Januari-Desember 2015 hanya menyentuh 4,73 persen, jauh dari harapan 5,7 persen yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015.

“Pertumbuhan ekonomi perkiraan antara 4,7-4,8 persen, turun dari realisasi 2014 sekitar 5 persen. Namun coba di lihat pertumbuhan di negara-negara yang lain yang turun sampai 1,5-3 persen sementara kita hanya 0,3-0,2 persen,” ujar Jokowi di Jakarta, Senin (4/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemenkeu mencatat pertumbuhan ekonomi sepanjang 2015, banyak ditopang oleh pertumbuhan pada kuartal IV yang relatif paling baik dibandingkan periode tiga bulan sebelumnya. Konsumsi rumah tangga yang tinggi dan percepatan belanja pemerintah disebut instansi pimpinan Bambang P.S. Brodjonegoro tersebut sebagai penopang ekonomi nasional tahun lalu. Terutama melalui kebijakan peningkatan penghasilan tidak kena pajak untuk menjaga daya beli masyarakat dan penguatan jaring pengaman sosial.

“Itupun sebetulnya kalau tahun kemarin kita optimistis, semua kejadiannya akan berbeda. Karena rasa optimistis itu sulit sekali dimunculkan. Semuanya menunggu, semuanya wait and see, semuanya,” ujar Jokowi mengkritik lonjakan angka belanja pemerintah yang baru gencar terjadi di penghujung tahun.

Untuk dapat mengobati rasa kecewa itu, Jokowi meminta seluruh pegawai pemerintah dan dunia usaha bahu-membahu mencapai target pertumbuhan ekonomi 2016 sebesar 5,3 persen.

“Kalau kita bekerja biasa-biasa saja, ketakutan-ketakutan yang diperkirakan orang itu bisa terjadi. Tetapi dengan deregulasi yang setiap dua Minggu keluar terus, saya meyakini ini kesempatan pada saat sulit untuk merombak total seluruh penghambat pertumbuhan. Dan itu akan terus kita lakukan, sehingga saya yakin perbaikan ekonomi akan lebih baik,” tegasnya.

Selain realisasi pertumbuhan ekonomi 2015 yang meleset dari target, di tahun perdana Jokowi memimpin sebagai presiden juga ditandai dengan tidak tercapainya berbagai target asumsi makro lainnya.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang dipatok Rp 12.500 per dolar, pada kenyataannya rata-rata mencapai Rp 13.392 per dolar. Sementara harga minyak mentah Indonesia yang diidamkan bertengger di angka US$ 60 per barel, nyatanya hanya mampu menyentuh US$ 50 per barel.

Sementara lifting minyak yang menjadi salah satu sumber pemasukan negara hanya terpenuhi 779 ribu barel per hari (bph) dari target 825 ribu bph, diikuti oleh lifting gas sebesar 1.195 MBOEPD dari target 1.221 MBOEPD.

Tercatat, hanya inflasi yang berhasil ditekan oleh pemerintah. Dari target 5 persen, realisasinya sampai akhir tahun hanya menyentuk 3,1 persen. Itu pun diyakini para ekonom akibat daya beli masyarakat yang rendah yang membuat permintaan terhadap barang berkurang. Bukan karena keberhasilan pemerintah menjaga pasokan bahan pangan.

Sementara dari sisi pendapatan negara, realisasinya hanya mencapai Rp 1.491,5 triliun dari penerimaan pajak, bea dan cukai, dan penerimaan negara bukan pajak. Angka itu hanya menutupi 84,7 persen dari target APBNP 2015 sebesar Rp 1.761,6 triliun.

Sementara, realisasi belanja negara jauh lebih besar dari uang yang berhasil didapatkan. Kemenkeu mencatat realisasi belanja negara sementara sepanjang 2015 mencapai Rp 1.810 triliun atau sekitar 91,2 persen dari pagu dalam APBNP sebesar Rp 1.984,1 triliun. Kondisi tersebut menghasilkan defisit anggaran 2,8 persen atau sekitar Rp 318,5 triliun dari target defisit hanya Rp 222,5 triliun. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER