Jakarta, CNN Indonesia -- International Energy Agency (IEA) memperkirakan harga minyak baru akan menanjak naik ke level US$80 per barel paling cepat empat atau lima tahun ke depan. Sementara sepanjang tahun ini, IEA memprediksi harga minyak akan tetap landai akibat pasokan yang melimpah dan permintaan yang lemah.
Harga minyak
West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Maret 2016 tercatat turun 3,15 persen ke level US$30,46 dibandingkan pengiriman Februari 2016.
“Kami akan terus melihat tekanan turun pada harga minyak di 2016 karena ada banyak minyak di pasar dan tidak begitu banyak permintaan," kata Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol di Davos, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Rabu (27/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berkurangnya permintaan minyak menurut Fatih akibat ekonomi negara-negara besar yang diperkirakan bakal melanjutkan pelemahan.
"Kami melihat ada tekanan turun pada harga minyak sepanjang 2016, namun kami dapat melihat harga akan mulai meningkat pada akhir 2017. Harga minyak bisa meningkat sampai US$80 per barel dalam empat atau lima tahun ke depan,” kata Fatih.
Sementara, data minyak impor yang dikonsumsi China sepanjang 2015 lalu tercatat lebih dari 60 persen, dan diperkirakan meningkat lebih besar tahun ini.
China National Petroleum Corporation (CNPC) Economics & Technology Research Institute melaporkan konsumsi minyak aktual negeri tirai bambu naik 4,4 persen tahun lalu, meningkat 0,7 persen dari tahun sebelumnya.
Pada 2016, CNPC meyakini impor minyak yang akan dilakukan China akan naik menjadi 62 persen yang membuat permintaan minyak dunia akan tumbuh 4,3 persen.
“Seiring dengan meningkatnya kepemilikan mobil, kemajuan urbanisasi dan meningkatnya cadangan minyak negara. China adalah salah satu pembeli minyak terbesar di dunia. Tapi karena ekonominya melambat, permintaannya belakangan juga menyusut,” kata Qian Xingcun, Wakil Kepala Lembaga Riset CNPC.
(gen)