Jakarta, CNN Indonesia -- Frost and Sullivan Indonesia memperkirakan penjualan mobil tahun ini akan melemah 4,3 persen menjadi 969 ribu dibandingkan dengan tahun lalu yang sebanyak 1,01 juta unit.
Kendati indikator makroekonomi Indonesia dipredikisi membaik, namun perusahaan konsultan itu menilai hal tersebut belum cukup.
Vice President Automotive and Transportation Practice Asia Pacific Frost and Sullivan, Vivek Vaidya memprediksi depresiasi nilai tukar Rupiah kemungkinan besar akan berlanjut pada tahun ini menyusul rencana Bank Sentral Amerika (The Federal Reserve) yang akan kembali menaikkan suku bunga acuannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faktor ini, ujarnya, akan sangat mempengaruhi harga jual kendaraan bermotor mengingat sebagian besar komponen produksi masih harus diimpor.
"Kami melihat depresiasi Rupiah ini akan sangat mempengaruhi penjualan di model-model inti karena harganya akan meningkat seiring komponen masih banyak yang dilakukan secara impor," jelas Vivek di Jakarta, Rabu (27/1).
Akibat depresiasi kurs, ia meyakini penjualan mobil kelas premium akan terjerembab mengingat kendaraan jenis ini masih diimpor dalam bentuk mobil utuh (Completely Built Up Unit/CBU).
Kendati demikian, Vivek berharap hal itu bisa ditahan dengan hadirnya model-model baru kendaraan yang akan dirilis oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) mobil premium.
Di samping itu, lanjut Vivek, harga komoditas diprediksi masih akan rendah pada tahun ini sehingga dipastikan akan menggerus penjualan mobil komersial. Bahkan hal ini bisa lebih buruk jika China tidak menujukkan dampak perbaikan ekonomi.
"Kalau perekonomian China memburuk, maka kinerja perdagangan komoditas luar negeri kita juga ikut terganggu. Kalau sudah begitu, penjualan kendaraan komersial Indonesia bisa amblas," jelasnya.
Berdsasarkan perhitungan Frost and Sullivan, tahun ini kendaraan komersial diprediksi akan menurun dari 277 ribu uni pada tahun lalu menjadi 265 ribu unit.
Vivek mengatakan, satu-satunya cara meningkatkan penjualan mobil pada tahun ini adalah jika pertumbuhan ekonomi mencapai 6 persen.
"Kalau pertumbuhan ekonomi mencapai angka tersebut, kami prediksi pertumbuhan penjualan meningkat 0,2 persen. Tapi untuk menuju kesana diperlukan infrastruktur yang sudah memadai dan capital inflow yang stabil," tuturnya.
Sementara itu, Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto justru optimistis penjualan mobil nasional tumbuh 5 persen pada tahun ini.
Ia mengatakan, rendahnya inflasi yang diakibatkan menurunnya harga bahan bakar minyak (BBM) bisa memperbaiki daya beli riil masyarakat.
"Apalagi hal ini juga sudah dilengkapi dengan penurunan suku bunga BI Rate sebesar 25 basis poin, yang seharusnya juga diikuti oleh penurunan suku bunga kredit. Hal ini penting karena sekitar 70 persen pembelian mobil dilakukan dengan sistem financing," ujar Jongkie di lokasi yang sama.
Lebih lanjut, Jongkie mengatakan kalau asumsi pertumbuhan ekonomi di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 sebesar 5,3 persen setidaknya lebih besar dibandingkan sepanjang tahun lalu yang berada di bawah 5 persen. Hal ini, jelasnya, pasti akan memicu pertumbuhan pendapatan masyarakat yang lebih baik.
"Makanya kami yakin tahun ini penjualan bisa sampai di angka 1,05 juta unit. Bahkan bisa 1,1 juta unit, itu pun kalau seluruh faktor mendukung," jelasnya.
Gaikindo mencatat penjualan mobil sepanjang tahun lalu sebanyak 1,01 juta unit, turun 16,12 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya 1,2 juta unit.
(ags)