Jakarta, CNN Indonesia -- PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) mengincar pendapatan hingga Rp4 triliun pada 2020 di tengah larangan penjualan bir di minimarket yang selama ini menjadi andalan perusahaan. Multi Bintang akan berupaya mengejar target tersebut dengan mengandalkan penjualan Fayrouz, produk minuman ringan asal Mesir.
Berdasarkan keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia, perusahaan telah membuat perjanjian lisensi merek dagang (Trade Mark License Agreement/TMLA) dengan Premium Beverages International BV (PBI) asal Belanda atas penjualan Fayrouz di Indonesia.
Adapun kedua perusahaan tersebut terafiliasi karena saham mereka sama-sama dimiliki oleh Heineken International BV. Heineken memegang 81,78 persen MLBI dan 100 persen saham PBI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nantinya, Multi Bintang dapat memproduksi, memasarkan dan mendistribusikan minuman ringan asal Mesir tersebut. Adapun perjanjian ini berlaku dalam jangka waktu 10 tahun dan akan otomatis diperpanjang untuk jangka waktu 5 tahun.
Dalam perjanjian disepakati bahwa nilai royalti ditentukan bertahap mulai dari 0 persen pada tahun ini, kemudian naik menjadi 1,25 persen pada 2017, lalu menjadi 2,5 persen pada 2018, 3,75 persen pada 2019 dan 5 persen pada 2020 hingga seterusnya.
Nantinya penilaian royalti dihitung dari total pendapatan yang diperoleh perseroan setiap tahun atas penjualan dengan merek dagang terkait itu.
"Hak penggunaan merek yang diperoleh perseroan berdasarkan TMLA dapat menambah volume penjualan, yang mana produk hanya dimiliki oleh afiliasi perseroan, sehingga hanya pihak-pihak terafiliasi yang mempunyai kompetensi yang dibutuhkan perseroan," tulis manajemen Multi Bintang.
Untuk memastikan kewajaran transaksi afiliasi, perseroan teah menunjuk KJPP Antonius Setiady & Rekan sebagai penilai independen yang melakukan penilaian kewajaran transaksi afiliasi.
Antonius Setiady menyatakan keuntungan dari rencana transaksi ini adalah perseroan dapat memproduksi dan memasarkan minuman ringan Fayrouz yang tidak mengandung alkohol dan telah memperoleh sertifikat halal di Mesir.
“Dengan demikian Fayrouz dapat dipasarkan dimana saja di Indonesia tanpa adanya pembatasan seperti halnya minuman bir yang mengandung alkohol,” tulis Antonius.
Hal tersebut, lanjutnya, diharapkan dapat meningkatkan produksi dan pendapatan penjualan bagi perseroan sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan laba perseroan.
Dalam proyeksi keuangan Multi Bintang yang disusun Antonius, transaksi ini diprediksi membuat pendapatan perseroan mencapai Rp2,88 triliun pada 2016, dan tumbuh ke Rp3,14 triliun pada 2017, menjadi Rp3,41 pada 2018, lalu ke Rp3,7 pada 2019 kemudian Rp4 triliun pada 2020.
Pada 2014, pendapatan Multi Bintang tercatat mencapai Rp2,98 triliun. Sementara selama periode Januari-September 2015, perseroan baru mencatatkan pendapatan Rp 1,7 triliun karena adanya larangan penjualan bir di minimarket.
Namun, dalam dua tahun perdana usai transaksi ini, laba bersih perseroan diprediksi lebih rendah. Alasannya, perseroan harus mengucurkan biaya promosi dan produksi yang lebih tinggi dari pendapatan.