Jakarta, CNN Indonesia -- Keretakan muncul di pasar global pada hari Kamis karena investor mencari keselamatan di mata uang yen Jepang, emas dan obligasi top sementara melepas dolar AS karena adanya pertaruhan rencana penaikan suku bunga AS oleh Federal Reserve.
Seperti dikutip dari
Reuters, bahkan tutupnya bursa Tokyo karena liburan tidak bisa menghentikan dolar AS untuk meluncur ke level terlemah dalam 15 bulan melawan yen. Sementara emas akhirnya memecah level resisten grafik utama untuk mencapai titik tertinggi sejak Mei.
Permintaan untuk treasury AS mendorong imbal hasil jangka panjang ke posisi terendah dalam satu tahun dan meratakan kurva imbal hasil dengan cara yang telah diramalkan saat resesi ekonomi di masa lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam beberapa hal itu mengingatkan kondisi 2008 dengan adanya pengetatan pasar kredit, saham bank di bawah tekanan dan kekhawatiran bahwa bank sentral menjadi tidak berdaya," kata Shane Oliver, kepala strategi investasi di AMP Capital, meskipun ia menduga pasar yang menjadi terlalu pesimistis saat ini.
Peningkatan resiko diperlihatkan pada pergerakan saham Asia, setelah indeks Hong Kong HSI menyelam 3,8 persen setelah investor kembali dari libur panjang tahun baru Imlek.
Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang .MIAPJ0000PUS anjlok 1,1 persen, dan indeks Korea Selatan .KS11 dibuka dengan penurunan 2,4 persen.
Wall Street telah berakhir variatif pada Rabu setelah Ketua Federal Reserves Janet Yellen terdengar optimistis pada ekonomi AS, tetapi mengakui risiko dari gejolak pasar dan perlambatan di China.
Analis menganggap hal itu berarti penaikan suku bunga AS Maret adalah tidak mungkin, tapi pengetatan lebih lanjut masih mungkin di akhir tahun.
"Yellen membuat hal ini jelas bahwa sementara The Fed masih mengharapkan untuk melanjutkan pengetatan bertahap, kebijakan tidak terpaku pada rencana awal dan akan merespon dengan tepat tergantung perkembangan," kata Justin Fabo, ekonom senior di ANZ.
"Tes yang sesungguhnya mungkin datang kemudian, jika pasar terus memburuk dan melihat ke bank sentral untuk menyelamatkan mereka. Apakah 'pistol' pembuat kebijakan diisi peluru kosong?" imbuhnya.
(gir)