Konsorsium Kereta Cepat Cicil Utang Rp1,45 Triliun per Tahun

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Senin, 15 Feb 2016 15:13 WIB
Dengan potensi penerimaan maksimal sebesar Rp1,04 triliun, proyek kereta cepat dalam jangka panjang pun dinilai tidak akan pernah bisa memberi keuntungan.
Dengan potensi penerimaan maksimal sebesar Rp1,04 triliun, proyek kereta cepat dalam jangka panjang pun dinilai tidak akan pernah bisa memberi keuntungan. (Dok. Sekretariat Presiden/Laily Rachev).
Jakarta, CNN Indonesia -- Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tidak akan pernah menghasilkan keuntungan bagi anggota konsorsium, meskipun dihitung dalam jangka panjang.

Fitra menemukan adanya ketidakseimbangan penerimaan dengan pembayaran cicilan dan bunga pinjaman per tahun yang perlu dibayar oleh konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) kepada pihak perbankan China yang menyediakan pinjaman.

Menggunakan perhitungan dasar dengan asumsi variabel semua dianggap tetap (ceteris paribus), Peneliti Fitra Gulfino Guevarato mengatakan pembiayaan proyek kereta cepat dengan menggunakan pinjaman sebesar US$4,12 miliar, atau 75 persen dari nilai investasi sebesar US$5,5 miliar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebanyak US$ 2,59 miliar atau 63 persen dari utang, diberikan pihak China ke KCIC dalam denominasi dolar Amerika dengan bunga 2 persen per tahun. Sedangkan 37 persen sisanya diberikan dalam bentuk yuan dengan bunga 3,64 persen per tahun. Kedua pinjaman tersebut memiliki tenor 40 tahun dengan masa tenggang 10 tahun.

Menurut perhitungan Gulfino, setiap tahunnya KCIC harus membayar cicilan utang dalam dolar sebesar US$64,95 juta dan bunga sebesar US$1,3 juta sehingga total cicilan dalam denominasi dolar sebesar US$66,25 juta per tahunnya. Selain itu, KCIC juga harus membayar US$38,37 juta dan bunga sebesar US$1,4 juta untuk utang dalam bentuk yuan dengan total US$39,77 juta per tahunnya.

"Dengan asumsi nilai tukar yang sudah kami terapkan, maka setiap tahun kita harus bayar utang Rp1,45 triliun. Hal ini malah lebih besar dibandingkan estimasi penerimaan kereta cepat yang sebesar Rp1,04 triliun per tahun. Artinya proyek ini memiliki potensi rugi," ujar Gulfino di Jakarta, Senin (15/2).

Terkait penerimaan KCIC, Fitra memperkirakan perusahaan patungan BUMN China dan Indonesia itu hanya mampu menghasilkan pendapatan maksimal Rp2,88 miliar per hari. Dengan kata lain, pendapatan kereta cepat per tahun sebesar Rp 1,04 triliun jika seluruh asumsi perhitungan dipenuhi.

Di dalam perhitungan penerimaan tersebut, Fitra menggunakan variabel frekuensi keberangkatan kereta dikalikan jumlah penumpang, serta tarif per keberangkatan. Dari data yang dimilikinya, frekuensi keberangkatan per hari kereta cepat adalah sebanyak 11 kali yang menarik delapan rangkaian kereta dan bisa menampung 583 orang sekali jalan dengan tarif Rp225 ribu per orang.

Namun, ia mengatakan asumsi di dalam variabel-variabel itu tidak bisa berlaku setiap harinya. Ia mengatakan, banyaknya variasi moda transportasi menuju Bandung dari Jakarta bisa menyebabkan asumsi jumlah penumpang bisa berubah-ubah sehingga menyebabkan penerimaan kereta cepat tidak maksimal.

Kendati demikian, ia paham kalau perhitungan ini bisa berubah seiring berubahnya asumsi yang digunakan. Ia pun menyadari memang proyek kereta cepat memakan investasi yang tidak sedikit, sehingga tidak heran biaya balik modalnya juga lama.

"Contohnya saja Shinkansen baru bisa balik modal dalam waktu delapan tahun. Memang proyek ini tidak mudah dilakukan," tuturnya.

Persaingan Moda

Fitra juga tidak yakin hadirnya kereta cepat akan mampu mengubah pola transportasi masyarakat yang rutin bepergian Jakarta-Bandung dari yang sebelumnya naik travel, menggunakan kendaraan pribadi, atau naik kereta konvensional. Pasalnya, tiga moda yang telah ada sebelumnya itu terbukti jauh lebih murah.

“Selain itu kami juga melihat jumlah penumpang kereta ke Bandung melalui Agro Parahyangan mengalami penurunan 32,66 persen dari 2010 ke 2015 seiring kenaikan harga tiketnya," tuturnya.

Saat ini, proyek kereta cepat dilaksanakan oleh KCIC yang terdiri dari konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan China Railway International Co. Ltd. Diketahui, 60 persen saham dikuasai Indonesia dan sisa 40 persen dikuasai oleh China.

PSBI sendiri merupakan perusahaan patungan antaraa PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dengan porsi kepemilikan 38 persen, PT Kereta API Indonesia (KAI) dengan porsi kepemilikan 25 persen, PT Perkebunan Nusantara VIII dengan porsi kepemilikan 25 persen, dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk dengan porsi kepemilikan 12 persen. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER