Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA) menyabut baik rencana pemerintah yang akan mengkaji ulang rencana penghapusan batas waktu kewajiban hiliriasi dan larangan ekspor konsentrat pada 2017, yang tertuang dalam rancangan Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Ketua IMA, Ido Hutabara mengungkapkan, wacana penghapusan batas waktu kewajiban hiliriasi dan larangan ekspor konsentrat dalam draf RUU Minerba akan menjadi insentif tersendiri bagi pengusaha pertambangan di tengah anjloknya harga-harga mineral.
"Kami terus terang sebagai IMA yang (menjadi) wakil perusahaan, Kami minta diskusi dengan pemerintah untuk mempertimbangkan kembali. Karena bagaimana pun perusahaan harus tetap jalan sambil kita menunggu kita bisa bangun smelter," ujar Ido saat ditemui di Kantor Direktorat Jenderal Minerba, Selasa petang (16/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ido berharap, dengan adanya wacana tersebut pemerintah juga dapat memberikan kesempatan pengusaha untuk kembali dapat melakukan ekspor biji mineral (ore) sejak dilarang mulai dari 2014.
"Artinya kita boleh melakukan ekspor supaya perusahaan tetap running dulu sesuai rencana," imbuhnya.
Senada dengan Ido, Direktur Lumbung Mineral Sentosa Ricky Gowdjali mengatakan pihaknya akan tetap berkomitmen melanjutkan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian meski pemerintah telah membuka wacana penghapusan diktum batas waktu kewajiban hiliriasi dan larangan ekspor konsentrat pada 2017 dalam RUU Minerba.
"Ya alhamdulilah. Artinya bisa diundurkan tapi kan kita advance kan (jadi) kita sudah sampai setengah pemurnian, atau sudah pelet. Kalau sudah itu berarti ini konsentrat ya bukan low material," tutur Ricky.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan pemerintah akan mengkaji beberapa ketentuan mengenai beberapa aturan dalam rangka menyelesaikan carut-marutnya tata kelola pertambangan nasional.
Dua diantaranya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas PP No.23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Di Dalam Negeri.
Di mana dalam dua beleid tadi, seluruh perusahaan tambang diberikan batas waktu hingga 2017 untuk bisa menyelesaikan pembangunan smelternya sebelum diberlakukannya aturan mengenai hilirisasi dalam rangka meningkatkan nilai tambah yang menjadi subtansi dari ketetapan UU Minerba.
"Terus terang bahwa ketika PP 1/2014 disetujui, ada keterdesakan. Dan bahwa UU katakan 5 tahun selesai tapi eh ternyata sudah 2014 waktu itu. Kemudian terjadilah solusi kompromi. Ya sudah PP tafsirkan UU tapi kemudian diperpanjang dan mudah-mudahan 3 tahun selesai dan ndilalah harga mineral ambruk dan banyak perusahaan mengalami kesulitan keuangan," tutur Sudirman di Jakarta, Selasa (16/2).
Menyusul fenomena kejatuhan harga-harga komoditas, Sudirman bilang pemerintah sendiri pesimistis proyek pembangunan smelter yang telah dilaksanakan beberapa perusahaan akan selesai pada 2017, atau sesuai dengan ketentuan PP 1/2014 dan Permen ESDM 1/2014.
Oleh karena itu Sudirman mengaku bakal mengkaji ulang mengenai ketetapan batas waktu tersebut.
"Ini fakta lapangan yang bukan karena pembangkangan atau niat untuk melanggar (UU). Karena tugas pemerintah ya cari solusi, jadi kami berpikir gimana 2017 selesai. Tapi kita bisa ubah itu,"ucapnya.