Jakarta, CNN Indonesia -- Istana membantah pernyataan Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli soal nasib pengembangan lapangan abadi blok Masela.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui juru bicaranya Johan Budi menegaskan belum memutuskan metode pembangunan kilang gas alam cair (LNG) di Blok Masela, apakah di laut (
off shore) atau di darat (
on shore).
"Presiden masih mengkaji seluruh aspek proyek Masela. Mengingat besaranya skala dan kompleksitas proyek gas blok Masela, keputusan harus dibuat dengan sangat berhati hati," ujar Johan Budi melalui keterangan tertulis, Senin (22/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Johan, presiden harus mempertimbangkan banyak aspek. Tidak hanya aspek komersial dan teknis, tetapi aspek sosial, kultur, ekonomi, sampai dengan pengembangan kawasaan setempat jug amenjadi pertimbangan.
Dia menuturkan, Jokowi sudah mendengar berbagai masukan dan sudah memahami argumen-argumen dari banyak pihak, baik yang pro pembangunan kilang di laut maupun yang merekomendasikan pembangunan kilang di darat.
Johan menambahkan, perhatian utama presiden adalah bagaimana masyarakat Maluku Selatan dan Maluku secara keseluruhan menperoleh manfaat secara maksimal dari keberadaan proyek gas Masela tersebut. "Tetapi tentu juga memberi manfaat yg maksimal bagi negara," katanya.
Sebelumnya Rizal Ramli mengatakan pemerintah Indonesia memutuskan akan mengembangkan lapangan abadi blok Masela dengan skenario pembangunan kilang LNG di darat. Menurutnya, keputusan itu diambil setelah dilakukan pembahasan secara menyeluruh dan hati-hati, dengan memperhatikan masukan dari banyak pihak.
“Pertimbangannya, pemerintah sangat memperhatikan multiplier effects serta percepatan pembangunan ekonomi Maluku khususnya, dan Indonesia Timur pada umumnya,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (22/2).
Berdasarkan kajian Kemenko Maritim dan Sumber Daya, biaya pembagunan kilang darat (onshore) sekitar US$16 miliar. Sedangkan jika dibangun kilang apung di laut (offshore), biayanya mencapai US$22 miliar. Dengan demikian, kilang di darat US$6 miliar lebih murah dibandingkan dengan kilang di laut.
(ags)