Jakarta, CNN Indonesia -- Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mengimbau anggotanya untuk segera mengimpor bahan baku industri guna memanfaatkan penguatan Rupiah yang kini mendekati Rp13 ribu per dolar Amerika Serikat (AS).
Sektetaris Jenderal GINSI, Ridwan Tento mengatakan pelaksanaan kontrak impor bahan baku industri ketika rupiah menguat juga memiliki sifat lindung nilai (hedging) karena kurs yang digunakan pada saat ini bisa berlaku dalam jangka waktu panjang. Akibat hal tersebut, maka industri bisa melakukan efisiensi biaya produksi.
"Momen penguatan Rupiah ini harusnya bisa dimanfaatkan oleh importir bahan baku industri agar tercipta efisiensi biaya produksi. Kan masih ada beberapa sektor industri yang tinggi ketergantungan bahan baku impornya," jelas Ridwan melalui sambungan telepon, Minggu (6/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menambahkan, sektor industri yang biasanya diuntungkan akibat penandatanganan impor di saat Rupiah menguat adalah industri orientasi ekspor. Dengan bahan baku yang lebih murah, ia yakin industri orientasi ekspor bisa memiliki daya saing yang lebih kuat di pasar internasional.
"Industri orientasi ekspor memang sebaiknya yang paling memanfaatkan momentum ini. Tapi saat ini, Indonesia kan juga bermitra dengan China dalam hal perdagangan, seharusnya importir bahan baku dalam negeri tak hanya melihat penguatan Rupiah terhadap Dolar AS tapi juga terhadap Yuan China. Apalagi sekarang importir sudah bisa langsung membayar menggunakan Yuan," tambahnya.
Atas dasar hal itu, ia mengatakan bahwa faktor nilai tukar adalah pertimbangan utama importir dalam menandatangani kontrak impor. Makanya, tak heran banyak importir yang mengurungkan niatnya ketika nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS beberapa bulan lalu.
"Saat ini pun kami yakin sudah banyak importir yang melakukan penandatanganan kontrak impor, termasuk importir bahan baku industri, namun untuk angka pastinya kami belum ada laporan," jelasnya.
Sebagai informasi, data Jakarta Interbank Spot Dollar Tate (JISDOR) sepanjang pekan lalu menunjukkan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar 1,25 persen, dari Rp13.395 per dolar AS pada Senin (29/2) menjadi Rp13.195 per dolar AS pada penutupan Jumat (4/3).
Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan impor non migas sebesar 19,89 persen pada 2015 menjadi US$142,74 miliar dibandingkan tahun sebelumnya US$178,18 miliar.
Sebanyak 75,05 persen impor digunakan sebagai bahan baku dan penolong industri dengan nilai US$136,20 miliar.
(ags)