Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku mengempit 10 persen hak partisipasi (participating interest/PI) Blok Masela secara cuma-cuma terancam pupus.
Sebab, di tengah memanasnya polemik mengenai skema pengembangan blok yang memiliki cadangan gas terbukti sebanyak 10 triliun kaki kubik (TCF) itu nyatanya pemerintah belum memiliki payung hukum yang dapat dijadikan acuan untuk memberi hak partisipasi Blok migas yang belum berpeoduksi (greenfield) secara gratis kepada Pemprov.
"Jadi harus bayar dengan skema b to b (business to business)," ujar Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan, Amien Sunarya di Gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Jakarta, Senin (7/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asal tahu saja, seiring dengan disodorkannya rencana pengembangan (Plan of Development) fasilitas liquifikasi gas alam cair (LNG) terapung untuk Blok Masela oleh Inpex Corporation, Gubernur Maluku Said Assegaf telah meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said memberi jatah PI sebesar 10 persen untuk Pemprov.
Menanggapi permintaan tadi, Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM sendiri telah mengirimkan surat kesediaan kepada Pemprov menyoal pemberian 'jatah' PI sebanyak 10 persen kepada Said Assegaf.
Namun, lantaran sampai saat ini belum ada payung hukum yang jelas maka Pemprov Maluku diharuskan merogoh kocek sebanyak US$1,48 miliar, atau setara 10 persen dari total investasi blok Masela jika proyek tersebut dikembangkan dengan skema terapung untuk pengembangan fasilitas liquifikasinya gasnya (Offshore).
"Tapi Kami tidak mau bahas itu dulu," Imbuh Amien.
Menanggapi hal tersebut, beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Daerah (DPD) menyatakan tak ambil pusing mengenai kewajiban pembayaran PI kepada kontraktor dalam hal ini Inpex dan Shell Upstream Overseas Ltd.
Ini lantaran Pemprov Maluku melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dinilai dapat menggandeng perusahaan swasta baik lokal maupun asing.
"Bisa juga pemerintah memberikan kredit kepada Pemprov untuk membeli PI tadi. Saya pikir sebagai 'Bapak' pemerintah akan mengurus Pemprov Maluku," ujar Nono Sampono.
Sebelumnya, pengamat energi John Karamoy mendesak Gubernur Said Assegaf lebih seksama dalam memilih mitra terkait pengelolaan hak partisipasi atau participating interest (PI) Blok Masela. Hal ini dimaksudkan agar pengelolaan PI dengan skema yang dikenal dengan istilah fronting tersebut tidak memunculkan masalah di kemudian hari.
"Jangan sampai ketika diminta cashcall (dana investasi), mereka tidak bisa bayar karena mitranya terlalu banyak berjanji. Lebih baik dikembalikan ke pemerintah kalau tidak punya uang. Nanti tinggal minta alokasi dana tambahan dari pemerintah untuk daerah," kata John.
(dim/dim)