Soal Bagi Hasil Blok Masela, SKK Migas Usul Bentuk Badan Baru

Diemas Kresna Duta | CNN Indonesia
Rabu, 02 Mar 2016 19:25 WIB
SKK Migas mengusulkan penyerahan dana bagi hasil (DBH) untuk daerah Maluku tidak diberikan melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi (tengah) mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/2). Rapat itu membahas isu-isu strategis mengenai pengelolaan minyak dan gas di Indonesia. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengusulkan penyerahan dana bagi hasil (DBH) untuk daerah Maluku tidak diberikan melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Hal ini diungkapkan menyusul eksekusi megaproyek blok gas Masela yang akan digarap oleh Inpex Corporation dan Shell Upstream Overseas Services Ltd.

"Kami mengusulkan adanya Badan Percepatan Pembangunan Daerah yang konsepnya hampir menyerupai BRR (Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi) Aceh. Jadi nanti untuk bangun Maluku bagian selatan kita gak hanya ngomongin offshore atau onshore. Tapi bagi saya yang penting duit maksimal untuk negara, terus juga untuk daerah regional proyek tersebut, dan bantu terbangun," ujar Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi di Jakarta, Rabu (2/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Amien mengungkapkan, dibentuknya Badan Percepatan Pembangunan Daerah tak lepas dari usulan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sofyan Djalil dalam rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden.

Dari usulannya, badan tadi akan secara khusus menjadi penerima sekaligus penyalur DBH demi memajukan sektor-sektor yang berada di dekat wilayah kerja Masela.

Hal ini dikonsepkan agar pemanfaatan gas Masela bisa dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar dan meminimalisir menguapnya dana yang tak terlihat.

Yang menarik, dalam rapat tersebut Amien juga mengklaim rencana pengembangan fasilitas pengolahan LNG dengan skema offshore (laut) telah didukung oleh beberapa menteri.

"Waktu ratas pertama ada 7 menteri katakan onshore saja lebih baik, lalu saya jelaskan satu satu detilnya ke beberapa menteri tersebut, termasuk keuangan, Bappenas, perindustrian lalu (mereka) setuju untuk offhore. Menteri lingkungan hidup bahkan sudah keluarkan amdal untuk offshore yang dikeluarkan tahun lalu," cetusnya.

Mengutip catatan SKK Migas, jika blok Masela dikembangkan dengan memakai skema offshore maka pemerintah berpotensi akan memperoleh penerimaan berkisar US$51 miliar. Sedangkan jika dikembangkan di darat (onshore) maka potensi penerimaan berada di angka US$39 miliar.

Berangkat dari hitungan ini, mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu berkukuh akan memperjuangkan skema offshore.

"Jadi selisish ini yang nanti akan digunakan untuk pembangunan Maluku. Uang ini kalau diitung itung ya angkanya kira-kira Rp 5 triliun per tahun selama 24 tahun. Kalau sekarang APBD Kepulauan Maluku dijumlah sekitar Rp 3,2 triliun danada tambahan Rp5 trilun, itu kan bagus," imbuhnya.

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRRES) Marwan Batubara berpandangan, sudah seyogya di dalam pengelolaan DBH pemerintah pusat juga harus mengawasi jalannya pemanfaatan dana tersebut.

Pengawasan sendiri dimaksudkan agar pemanfaatan dana tadi bisa dirasakan langsung oleh masyarkat.

"Karena kalau bicara soal penerimaan migas banyak masyarakat daerah penghasil tidak langsung merasakan. Padahal kalau berhitung, porsi untuk daerah penghasil bisa mencapai 15,5 persen," kata Marwan. (dim)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER