Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia Faisal Basri menyatakan opsi pengembangan blok migas abadi Masela di Maluku Selatan lebih baik melalui lepas pantai (offshore) karena dinilai lebih efisien.
Ia menilai Presiden Joko Widodo terlihat kebingungan karena adanya silang pendapat di kabinetnya. Atas dasar hal tersebut ia menilai sebaiknya Presiden memilih hasil yang disusun tim independen.
“Ya kita kan tahu, sekarang muncul Rizal Ramli minta onshore. Darmawan Prasodjo juga minta onshore. Dia (Jokowi) itu tidak percaya sama orang, maka dipilih Poten and Partners yang independen. Hasilnya kan Poten menyatakan sebaiknya offshore,” jelasnya di Jakarta, Rabu (2/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faisal menjelaskan, pengembangan di darat (onshore) membutuhkan lahan 300-400 hektare. Sementara jika dilakukan secara floating atau offshore, maka hanya membutuhkan tidak sampai 20 hektare lahan.
“Kalau onshore kan harus membangun pipa 600 km. Katanya Grup Bakrie juga berminat untuk menyediakan pipanya,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menyatakan, sebagai wakil ketua tim counter part Poten yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ia telah mempelajari laporan Poten dengan teliti.
“Setelah saya teliti dan pelajari, saya percaya Poten. Sederhana saja, kalau offshore kan bagi hasil 60 persen pemerintah 40 persen investor. Cost recovery ditanggung pemerintah,” katanya.
“Kalaupun offshore, ada tidak ada tetap harus dibangun lah kawasan timur. Tapi karena offshore lebih efisien, maka sisanya bisa untuk membangun kawasan timur. Itu lebih baik daripada memperkaya Bakrie,” imbuhnya.
Apalagi, lanjutnya, visi pemerintah untuk membangun ekonomi kawasan timur dari pengembangan onshore tidak semudah yang dilihat. Pasalnya, ia menilai belum tentu sumber daya manusia (SDM) kawasan tersebut sesuai dengan jenis pekerjaan yang dibutuhkan.
“Belum tentu juga warga disana cocok menjadi pekerja migas onshore. Di sana malah lebih butuh industri perikanan dan lainnya sesuai dengan SDM-nya,” kata Faisal.
Seperti diketahui, Jokowi mengultimatum para pembantunya di Kabinet Kerja untuk tidak lagi meributkan masa depan pengembangan blok Masela di ruang publik, khususnya di media sosial.
Hal tersebut terkait perdebatan antara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli dan Menteri ESDM Sudirman Said. Menurutnya, sikap beda pendapat dan saling kritik sejumlah menteri belakangan ini tidak dapat ditoleransi dan akan menjadi bahan evaluasi kinerja personal.
Juru Bicara Presiden, Johan Budi mengatakan Presiden Jokowi menyampaikan keprihatinannya atas beberapa peristiwa yang terjadi belakangan ini, di mana beberapa menteri seolah saling menyerang di ruang publik.
“Tentu Presiden tidak senang dengan situasi yang seperti itu. Kembali, beliau menegaskan kepada para menteri agar tolong ini dihentikan,” kata Johan Budi di Kantor Staf Presiden, Rabu (2/3).
(gir/gir)