Jakarta, CNN Indonesia -- Kisruh penetapan skema pengembangan fasilitas pengolahan gas alam cair (LNG) Blok Masela di Maluku kian memanas.
Pasca polemik mengenai penetapan skema laut (
offshore) dan darat (
onshore) yang akan diputuskan, kini Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mulai angkat bicara ihwal fakta teranyar di dalam kisruh tersebut.
Amien mengaku, mendekati putusan pengembangan Blok Masela yang akan ditetapkan Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat kubu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli telah meminta Shell Upstream Overseas Services Ltd. mundur dari megaproyek tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai pengganti Shell, kubu Rizal Ramli dikabarkan telah menunjuk beberapa perusahaan Jepang seperti Mitsui Group, Mitsubishi Corporation dan Sumitomo Corporation dalam struktur kepemilikan hak paritispasi atau participating interest (PI) Blok Masela.
"Kamu tanya ke pak Ronnie (Ronnie Higuchi Rusli, Staf Ahli Menko Maritim) kenapa sampai mengusulkan ke Inpex (untuk) minta Shell pergi saja. Nanti dicarikan perusahaan pengganti," cetus Amien saat ditemui di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kemarin.
Seperti diketahui, saat ini mayoritas PI Blok Masela dikempit perusahaan energi asal Jepang, Inpex Corporation dengan proporsi sebesar 65 persen.
Sementara itu, Shell yang merupakan perusahaan energi asal Belanda tercatat menggenggam PI Masela sebanyak 35 persen setelah membeli 10 persen PI dari PT Energi Mega Persada Tbk, atau perusahaan migas nasional yang berada di bawah payung bisnis Grup Bakrie.
Amien menegaskan meski telah mendapat intimidasi tersebut, SKK Migas memastikan manajemen Shell masih berkomitmen menjadi pemegang PI Blok Masela.
"Saya (sudah) diskusi sama Shell dan Shell enggak (mau) keluar. Nah yang tidak
ethical itu orang yang nyuruh-nyuruh keluar," cetus Pria yang merupakan mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.
Dalam diskusi bertemakan "Blok Masela: Menuju Keputusan yang Konstitusional dan Bermatabat," yang digelar kemarin, Ronnie Higuchi mengatakan bahwa alasan kubunya memilih skema darat (
onshore) dikarenakan Indonesia sudah terbukti memiliki pengalaman mengenai pembangunan fasilitas pengolahan dan ragsifikan LNG di Bontang Kalimantan Timur, Arun di Aceh dan Tangguh di Papua Barat.
Di samping itu, terang Ronnie alasan yang melatarbelangi kubunya menolak skema
offshore juga dikarenakan sampai hari ini Shell belum terbukti mampu membangun fasilitas pengolahan dan regasifikasi LNG di laut.
"
Prelude (Proyek Shell di Australia) juga belum ada khan? Jadi kenapa kita harus memilih
offshore? Jepang saja yang berpengalaman menyatakan tidak sanggup," tegas Ronnie yang mengaku pernah bekerja di Sumitomo Corporation.
Sementara itu, Communication and Relation Advisor Inpex Arie Nauvel memilih irit bicara mengenai adanya desakan untuk 'menendang' Shell.
"Saya tidak mengetahui lebih jelas. Enggak begitu tahu yang tadi disebutkan," imbuh Arie.
(gen)