Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kurtubi berkukuh akan mengusulkan PT Pertamina (Persero) sebagai pemegang kuasa pertambangan atau
mining right seperti yang pernah diemban perseroan melalui Badan Pengawasan Pengusahaan kontraktor Asing (BPPKA).
Hal ini ia ungkapkan menyusul kurang idealnya mekanisme penerbitan kontrak bagi hasil atau
production sharing contract (PSC), yang saat ini menjadi kewenangan Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atas rekomendasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) atau sesuai dengan implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
"Dalam posisi sekarang atau ketika ada di tangan SKK Migas, posisi negara dengan kontraktor itu sejajar atau
goverment to business (G to B). Jadi kalau ada apa-apa (
dispute) pemerintah bisa dituntut dan wibawa negara bisa jatuh kalau kalah," ujar Anggota DPR dari Fraksi Nasional Demokrat ini di Jakarta, Selasa (15/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kurtubi mengatakan, guna memuluskan wacana tersebut dirinya akan mendorong klausul mengenai pemberian
mining right untuk Pertamina di dalam draf amandemen Undang-Undang Migas yang dalam waktu dekat akan dibahas bersama pemerintah.
Tak hanya itu, guna mengoptimalkan kewenangan Pertamina berkontrak dengan perusahaan migas dirinya juga mengusulkan untuk memperketat pengawasan sekaligus
monitoring terhadap seluruh kegiatan yang dilakukan perusahaan migas pelat merah tersebut.
"DPR sedang bekerja dalam perbaikan Undang-Undang Migas. Ini akan didorong karena ada keputusan Mahkamah Konstitusi di 2002 dan 2012. Di sana ada pasal yang dibatalkan salah satunya pembubaran lembaga pengelola dari BP Migas yang kini beralih ke SKK Migas," cetus Kurtubi.
Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional Arif Budimanta berpendapat, sehubungan dengan adanya rencana pemerintah dan DPR untuk merevisi UU Migas dirinya memiliki sedikitnya tiga poin yang harus menjadi perhatian.
Di mana ketiga poin yang dimaksud meliputi: Penegasan negara sebagai penguasa atas kandungan migas yang berada di dalam perut bumi Indonesia; Upaya memoneteisasi kandungan migas sedianya akan memberikan nilai moneter dan harga atas komoditas tersebut; Hingga momentum yang tepat untuk mengoptimalkan cadangan tang terkandung.
"Atas dasar itu kalau kita bicara cadangan atau reserve fokusnya tidak hanya perspektif migas. Tapi bagaimana kemudian kita punya cadangan sumber daya migas yang siap digunakan dalam jangka waktu tertentu dalam rangka aktivitas ekonomi," terangnya.
Terkait pemanfaatan cadangan migas Indonesia, Arif menambahkan setidaknya juga terdapat tiga perspektif yang harus diperhartikan pemerintah.
Di mana ketiga perspektif tadi dikelompokkan ke dalam sektor hulu atau
upstream,
midstream (tengah) dan
downstream atau hilir.
"Kalau bicara UU migas maka tiga aspek ini kita melihat satu perspektif apa yang kita sebut ekosistem migas. Itu semua satu kesatuan, termasuk pengusaaan dan pola pemanfaatan," tandas Arif.
(gen)