Jakarta, CNN Indonesia -- Lesunya harga komoditas dalam beberapa tahun terakhir memberi efek ganda pada industri pertambangan Indonesia.
Selain menjadi katalis negatif bagi kinerja perusahaan, nyatanya pelemahan harga komoditas juga berimbas pada anjloknya penerimaan negara.
"Bukan hanya perusahaan atau karyawan saja yang ikut terdampak. Tapi juga pemerintah karena kalau harga turun pendapatan negara juga turun," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot di Jakarta, Rabu (16/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagaimana diketahui, di sepanjang 2015 penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor mineral dan batu bara hanya menyentuh angka Rp29,6 triliun.
Jika dibandingkan dengan target yang dipatok pada angka Rp52 triliun, maka realisasi PNBP tahun lalu hanya mencapai 56,9 persen.
Pun pada tahun ini pemerintah hanya berani mematok target PNBP di angka Rp30 triliun.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (Persero) Milawarma mengakui bahwa pelemahan harga komoditas turut menjadikan bisnis pertambangan nasional turut tertekan.
Tak ayal, beragam strategi diagendakan termasuk mengencangkan ikat pinggang guna menjaga kinerja operasional maupun keuangan perusahaan batu bara pelat merah ini.
"Hampir semua perusahaan efisensi tak terkecuali PTBA. Ada juga perusahaan batu bara yang mengambil kebijakan layoff kepada karyawannya agar kegiatan mereka tetap berjalan dengan harga yang jelek. Ini harus Kami lakukan karena kami belum bisa mengetahui sampai kondisi ini akan pulih," tutur Milawarma.
Terkait strategi perusahaan mengamankan posisi kinerja, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) Erry Sofyan berpendapat, sudah seharusnya pemerintah mengambil langkah strategis guna menyikapi fenomena yang terjadi.
Terlebih ketika saat ini industri pertambangan bauksit juga dilarang mengekspor biji mineral sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
"Sudah genap 2 tahun 3 bulan saya menganggur karena tidak ada kegiatan industri di perusahaan saya. Sebanyak 1.300 karyawan di perusahaan saya, belum termasuk kontraktor, sudah di-PHK," tutur Erry.
Sehubungan dengan fenomena pelemahan harga komoditas dan kewajiban hilirisasi, Erry mengklaim bahwa sejak program itu dilaksanakan sudah terdapat 40 ribu pegawai di industri bauksit yang dirumahkan.
"Saat ini tercatat ada 51 perusahaan penambangan bauksit. Dan kebanyakan dari mereka sudah merumahkan pekerjanya karena kondisi yang ada sekarang," imbuh Erry.
(dim)