Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P. Roeslani mengaku khawatir aksi demonstrasi para sopir perusahaan taksi konvensional yang menolak kehadiran layanan transportasi berbasis aplikasi akan mengganggu iklim investasi. Untuk itu, ia meminta pemerintah membuat kebijakan lanjutan untuk mencegah hal serupa terjadi lagi di kemudian hari.
Rosan menilai, kehadiran layanan transportasi berbasis aplikasi seperti Gojek dan Uber merupakan tren dari reformasi perekonomian berbasis digital yang tidak dapat dibendung.
“Ada tren dari suatu perekonomian yang menurut kami tidak dapat dibendung. Kenapa? Karena yang menikmati masyarakat," ujar Rosan usai acara investor forum Euromoney di Jakarta, Selasa (22/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menilai pemerintah harus bisa mendinginkan suasana tegang saat ini melalui regulasi yang adil bagi angkutan umum konvensional maupun yang berbasis online. Pasalnya kedua jenis layanan tersebut selama ini sama-sama menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat.
Memblokir aplikasi online sejenis Uber, Grab, maupun Gojek pun dinilai bukan solusi yang bijak.
"Karena selama itu menciptakan lapangan kerja baru, itu harus diberikan. Kenapa di larang?," katanya.
Sebagai pengusaha, Rosan mengingatkan kepada para pelaku usaha yang bergerak di bidang transportasi untuk saling kerjasama dalam menghadapi perubahan ekonomi global yang berjalan cepat.
"Kepada pelaku usaha lama, ini adalah perubahan global economy. Mohon dikerjasamakan saja," katanya,
Sementara Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perhubungan Carmelita Hartoto meminta pemerintah untuk bisa menyelesaikan persoalan ini secara komprehensif.
“Kita jangan terjebak pada pilihan transportasi konvensional atau berbasis aplikasi. Menurut saya ini tidak perlu dipertentangkan. Peraturan yang ada harus terbuka pada perkembangan zaman,” ujar Carmelita.
Ia menilai langkah yang diambil Kementerian Perhubungan untuk menegakkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas merupakan hal yang tepat. Sebb, moda transportasi publik harus memenuhi aspek-aspek keselamatan dan keamanan yang sudah diatur dalam regulasi.
“Mau konvensional atau aplikasi, kalau dia mengangkut penumpang, maka harus memenuhi regulasi. Sebab peraturan yang ada dibuat agar transportasi publik memenuhi aspek keselamatan dan keamanan. Itu memang menjadi tugas negara,” jelasnya.
Sesuai aturan, untuk menjadi kendaraan umum maka harus ada tahap-tahap pengujian yang harus dilalui untuk memastikan keselamatan dan keamanan penumpang. “Kalau transportasi public, harus diuji oleh pemerintah baik kendaraannya maupun pengemudinya. Itu sebagai tanggung jawab Negara terhadap warganya. Nah kalau dia tidak terdaftar sebagai transportasi public, tentu ini menjadi masalah,” terang Carmelita.
Dari sisi bisnis, Kadin mengapresiasi perkembangan teknologi informasi yang melintasi batas dan sekat-sekat. “Kadin mendukung inovasi dan perkembangan zaman, apalagi di Kadin sendiri banyak anak-anak muda yang inovatif,” ujarnya.
Carmelita melihat, kehadiran IT memang penting untuk meningkatkan efisiensi dan ekspansi bisnis. “Kami pikir semua pengusaha tidak ada yang anti IT dan inovasi. Sebab inovasi adalah kemutlakan dalam berusaha,” tuturnya.
Namun, kemajuan IT, lanjut Carmelita, tidak boleh menjadi alasan untuk menghindari kewajiban-kewajiban sebagai pelaku usaha.
“Misalnya soal pajak, itu kemutlakan. Anda berusaha, ya Anda bayar pajak. Kalau tidak bayar pajak, tentu ini merugikan Negara. Jadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan harus dipatuhi,” tegasnya.
Ketentuan-ketentuan lain yang menurutnya juga harus dipatuhi oleh perusahaan transportasi berbasis aplikasi diantaranya, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Kepres Nomor 90 Tahun 200 tentang Kantor Perwakilan Perusahaan Asing, PP Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaran Sistem dan Transaksi Elektronik.
“Seluruh kegiatan bisnis di Indonesia harus mengikuti peraturan dan perundang-undangan yang ada di Indonesia,” ujarnya.
(gen)