Apindo Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Jumat, 25 Mar 2016 08:15 WIB
Apindo mengeluhkan kenaikan batas gaji pegawai yang bisa mendapatkan fasilitas BPJS Kesehatan, yakni mulai dari Rp4,7 juta hingga Rp8 juta.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani (batik hijau) memberikan keterangan pers dengan didampingi pengurus Apindo periode 2015-2019, Senin (14/12). (CNN Indonesia/Diemas Kresna Duta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menolak kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan karena menambah beban pengusaha. Meskipun tidak mengalami kenaikan iuran seperti yang dibebankan pada Peserta Mandiri, namun Apindo mengeluhkan kenaikan batas gaji pegawai yang bisa mendapatkan fasilitas BPJS Kesehatan.

Merujuk pada pasal 16D Peraturan Presiden Nomor 19 tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan, disebutkan bahwa batas gaji paling tinggi per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) sebesar Rp8 juta atau naik 69,31 persen dari angka sebelumnya sebesar Rp 4,72 juta.

Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani mengatakan kenaikan ini tidak berdasar dan membebani pengusaha karena harus menanggung BPJS Kesehatan bagi pegawai yang bergaji di antara Rp 4,72 juta hingga Rp 8 juta. Ia berdalih, penambahan iuran yang ditanggung ini jauh lebih besar dibanding Peserta Mandiri yang dibebani kenaikan iuran sebesar Rp 4.500 hingga Rp 20.500 per kepala per bulan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Memang di Perpres tersebut tidak disebutkan kalau BPJS yang dibebankan ke pengusaha akan naik, namun di situ ada kenaikan plafond gaji bagi pegawai yang bisa menerima fasilitas itu. Di sini kami merasa dibebani," jelas Hariyadi di Jakarta, Kamis (24/3).

Lebih lanjut, ia mengatakan kenaikan iuran ini juga bertentangan dengan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan Apindo sebelumnya, di mana perusahaan bisa menanggung iuran BPJS Kesehatan bagi pegawai yang bergaji maksimal sebesar dua kali dari nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu dua kali Rp 2,02 juta.

"Akibat kenaikan plafond gaji ini, kira-kira kami ada tambahan pengeluaran iuran 6 hingga 7 persen per bulan dengan besaran Rp 165 ribu per kepala. Ini kan tidak adil, apalagi data kami menunjukkan rasio klaim BPJS Kesehatan dari PPU lebih kecil dari Peserta Mandiri," jelasnya.

Dari data yang dimiliki Apindo, rasio klaim BPJS Kesehatan dari PPU swasta hanya sebesar 70 persen. Angka ini, menurut Hariyadi, jauh lebih kecil dibandingkan rasio klaim Peserta Mandiri yang mencapai 300 persen.

"Kalau pun nanti memang dibebankan kenaikan, ya kami tetap tidak terima karena BPJS Kesehatan yang tekor kok pengusaha ikut menanggung. Seharusnya sebelum membebankan kenaikan iuran, BPJS Kesehatan diaudit dulu untuk melihat keefektifitasannya," tegas Hariyadi.

Untuk itu, lanjutnya, pengusaha meminta agar implementasi kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini ditunda sampai ada kesepakatan antara pemerintah dan pengusaha. Namun, ia mengatakan Apindo tidak akan menempuh jalur hukum terkait resistensi ini.

"Kami lama mengambil sikap karena kami harus berbicara dengan stakeholder dan peraturan ini juga tiba-tiba datangnya. Tapi memang kami sudah layangkan surat kepada Presiden," ujarnya.

Sebagai informasi, Pemerintah akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan terhitung mulai tanggal 1 April 2016 mendatang yang tertuang di dalam Perpres Nomor 19 tahun 2016. Selain menentukan kenaikan iuran bagi Peserta Mandiri dan kenaikan plafond gaji bagi PPU, beleid itu juga mengatur perubahan prosedur yang berhubungan dengan pelayanan kepada peserta Jaminan Kesehatan Nasional. (ags)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER