Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengisyaratkan bakal memberikan jatah penyerapan surat berharga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya bagi industri asuransi jiwa.
Hal ini ditujukan agar industri asuransi jiwa dapat memenuhi Peraturan OJK (POJK) Nomor 1/POJK.05/2016 terkait Investasi Surat Berharga Negara bagi Lembaga Jasa Keuangan Non Bank.
Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK mengatakan, regulator akan memberikan keleluasaan bagi IKNB, terutama industri asuransi jiwa untuk menyerap obligasi BUMN Karya di sektor infrastruktur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Jadi, kewajiban Surat Berharga Negara (SBN) 20 persen bisa digunakan untuk beli obligasi BUMN Karya di sektor infrastruktur. Kami kasih porsi agar industri asuransi jiwa beli itu, nanti segera dibuatkan aturannya dalam bentuk Surat Edaran,” ujarnya, Selasa (3/5).
Dengan demikian, sambung dia, IKNB tidak perlu kesulitan untuk memenuhi aturan kewajiban memiliki 20 persen SBN dalam portofolio investasi mereka. IKNB bahkan dapat memanfaatkan keleluasaan ini sebagai investasi jangka panjang. Sifat jangka panjang ini sangat dibutuhkan industri asuransi jiwa dan dana pensiun.
Hendrisman Rahim, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengaku menyambut baik kebijakan OJK tersebut. Menurut dia, kebijakan ini akan membuat pelaku industri asuransi jiwa di Tanah Air memenuhi ketentuan terkait investasi SBN dengan mudah.
“Kami berharap ada obligasi seri khusus yang diserap dan dijual khusus IKNB. Nah, kelihatannya OJK mendengar aspirasi kami. Karena dengan ketentuan baru, semua pelaku IKNB akan mencari obligasi. Ini akan membuat supply dan demand jadi tidak imbang, harganya mahal dan yieldnya rendah,” terang dia.
Apalagi, lanjut Hendrisman, tidak mudah mencari obligasi bertenor panjang. Padahal karakter investasi industri asuransi jiwa jangka panjang, bahkan kebutuhannya mencapai 20 tahun-30 tahun.
“Kalau beli obligasi korporat di sektor infrastruktur bisa disamakan dengan membeli SBN, dihitung masuk dalam kewajiban SBN 20 persen itu, ya tentu kami senang. Ini akan memudahkan kami memenuhi aturan,” imbuh Hendrisman.
Perlu InsentifSejak POJK terkait dirilis Februari 2016 lalu, OJK mewajibkan industri asuransi jiwa memarkirkan dana investasinya pada SBN sebanyak 20 persen hingga akhir tahun 2016, dan porsinya akan ditambah 10 persen pada akhir tahun 2017 mendatang.
Persoalannya, pelaku usaha ketar-ketir akan menimbulkan persaingan ketat dalam membeli SBN. Hal ini dikhawatirkan akan membuat harga SBN menjadi mahal dan hasil investasinya menjadi rendah. Padahal, pelaku usaha juga memiliki kewajiban kepada nasabah untuk menjaga dana investasi tetap tumbuh positif.
Saat ini, Togar Pasaribu, Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif AAJI menuturkan, rata-rata portofolio investasi industri asuransi jiwa pada instrumen SBN sekitar 15 persen. Itu artinya, tidak akan sulit memenuhi kewajiban memiliki SBN sebanyak 20 persen di akhir tahun 2016. Namun, untuk memenuhi kewajiban SBN 30 persen di tahun 2017 nanti masih menjadi kekhawatiran.
“Sekarang semua pelaku IKNB disuruh masuk kan, kalau di pasar tidak ada suplai bagaimana? Kami dikenakan sanksi? Lagipula, harganya menjadi mahal. Insentif tidak ada. Harusnya dikasih insentif dong, misalnya pajak untuk SBN diperkecil,” pungkasnya.
(gir)