Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Energi Nasional (DEN) sepakat untuk menawarkan insentif fiskal dan non fiskal bagi penjualan gas yang diperuntukkan sebagai bahan baku industri dalam negeri. Hal itu dianggap sesuai dengan semangat DEN yang ingin mengubah paradigma gas alam sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi, bukan sekadar komoditas.
Andang Bachtiar, Anggota DEN mengatakan, kesepakatan ini diambil setelah melalui diskusi alot dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Kemenkeu khawatir penerimaan negara dari sisi minyak dan gas (migas) akan berkurang antar tahunnya jika gas banyak dijual ke dalam negeri.
Di sisi lain, kekhawatirannya, pemberian insentif fiskal juga bisa berpotensi mengurangi pendapatan pajak negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun karena ada potensi tambahan Pajak Penghasilan (PPh) badan dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari industri di kemudian hari, Kemenkeu sontak setuju untuk merelakan penerimaan migas di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berikutnya.
Sebagai informasi, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Migas di dalam APBN 2016 dipatok sebesar Rp 78 triliun. Ini berarti, kemungkinan PNBP migas tahun depan akan berkurang.
"Kalau dibilang apakah Kemenkeu setuju, mereka sudah setuju tadi bilang akan ada prioritas gas dalam negeri. Bahkan nanti akan ada insentif fiskal dan non fiskal bagi penyedia gas jika memang ingin menjualnya bagi industri dalam negeri," ujarnya, Rabu (4/5).
Ia melanjutkan, pada awalnya memang ada usulan penghapusan pos PNBP migas selama periode anggaran 10 tahun ke depan. Namun, menurut sidang DEN hal itu dianggap terlalu ekstrim. Karenanya, disetujui adanya insentif bagi penjualan gas yang ditujukan sebagai bahan baku industri dalam negeri.
"Masalah utamanya adalah bukan berkurangnya penerimaan negara, tetapi jangan sampai energi ini tidak bisa dijadikan modal dasar pembangunan," tambahnya.
Kendati demikian, sidang DEN belum sampai menyepakati jenis insentif fiskal dan non fiskal apa saja yang akan diberikan. Hal ini, kemudian ditentukan setelah Peraturan Pemerintah (PP) terkait Rancangan Umum Energi Nasional (RUEN) terbit.
"Belum ada sih poin-poin insentifnya seperti apa, menunggu PP dulu. Kalau misalkan kami mau ajukan insentif yang berdasarkan PP ke Kemenkeu kan lebih enak, sudah ada dasar hukumnya," jelas pria yang juga menjabat Ketua Eksplorasi Nasional (KEN) ini.
Sebagai informasi, estimasi kebutuhan energi bagi sektor industri diperkirakan mencapai 151 Metric Tonne Oil Equivalent (MTOE), dimana 39 persennya merupakan gas bumi pada tahun 2035. Pada tahun itu, pertumbuhan industri dapat mencapai pertumbuhan 10,5 persen dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 30 persen di 2035.
(bir)