Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I Gusti Nyoman Wiratmaja mengungkapkan rencana pemerintah untuk membuka data migas tahun ini. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengundang ahli geologi perusahaan-perusahaan besar untuk meneliti potensi di Indonesia sehingga bisa menemukan cadangan baru.
“15 tahun terakhir belum ditemukan lagi cadangan yang besar di Indonesia. Untuk bisa menemukan
big fish tersebut, pemerintah perlu membuka data migas yang aturannya diharapkan selesai tahun ini,” ujar Wiratmaja, dikutip dari laman Kementerian ESDM, Jumat (13/5).
Ia mencatat, langkah membuka data seismik dan data teknis lain terkait kandungan minyak mentah di tubuh bumi Indonesia terbukti ampuh dijalankan Norwegia. Wiratmaja menyebut dalam 5 tahun terakhir, Norwegia berhasil menemukan banyak cadangan besar karena membuka datanya untuk dapat diakses para ahli geologi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Sekarang kita sedang menyiapkan aturannya. Nanti orang dari seluruh dunia, silakan melihat data kita. Selanjutnya kalau tertarik, bisa datang bersama perusahaan ke Indonesia untuk melakukan studi lanjutan, lelang dan sebagainya,” ujar Wiratmaja.
Akses Gratis
Hal lain yang menurut Wiratmaja membuat perusahaan-perusahaan malas melakukan eksplorasi cadangan migas baru di Indonesia, adalah pemerintah selama ini mengenakan biaya bagi perusahaan yang ingin mengintip data negara. Kebijakan ini menurutnya membuat iklim investasi menjadi kurang atraktif.
“Padahal berdasarkan kajian para ahli geologi, Indonesia masih memiliki banyak cadangan migas yang besar. Antara lain di Sumatera, Jawa, Kalimantan, sekitar Sulawesi, Papua dan laut dalam Maluku,” katanya.
Kurang atraktifnya industri hulu migas di Indonesia bagi investor dalam beberapa tahun terakhir, juga terlihat dari penawaran delapan wilayah kerja (WK) migas yang sepi peminat.
Rendahnya harga minyak dan mahalnya terms and conditions yang disodorkan pemerintah, membuat investor menilai delapan WK tersebut tidak ekonomis.
“Lelang yang tidak laku menunjukkan Indonesia kurang atraktif bagi investor. Banyak yang sudah beralih ke tempat-tempat lain, seperti Vietnam. Kita harus membuka diri dengan kebijakan yang lebih atraktif supaya mereka balik lagi,” ujar Wiratmaja.
Kebijakan membuka diri tersebut, lanjutnya, antara lain dengan memberikan insentif bagi kegiatan usaha migas, seperti memperpanjang masa eksplorasi, terutama untuk eksplorasi laut dalam. Sebagai contoh, masa eksplorasi yang sebelumnya maksimal 10 tahun, untuk laut dalam diperpanjang menjadi 15 tahun.
Insentif lainnya adalah kebijakan fiskal dan mempermudah proses perizinan yang membuat lelah investor yang ingin menanam uang di Indonesia.
Perubahan lainnya yang diupayakan Pemerintah adalah
split bagi hasil tidak terbatas menggunakan sistem PSC tetapi
Dynamic Split/
Sliding Scale Revenue Over Cost (R/C).
Wiratmaja menyadari sistem bagi hasil seperti ini akan menimbulkan pertanyaan dari beberapa pihak. Namun demikian, yang terpenting adalah Indonesia dapat memperoleh cadangan migas baru yang besar serta negara tetap mendapatkan keuntungan.
“Tentu akan ada yang mempertanyakan. Tapi kita mau mendapat
big fish atau tidak? Negara tetap dapat yang bagus, tapi tetap bisa dikerjakan (dikelola) juga oleh investor,” tutupnya.
(gen)