Jakarta, CNN Indonesia -- Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal I 2016 mencapai US$ 316 miliar, meningkat 5,7 persen dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu. Melonjaknya penarikan utang oleh pemerintah menjadi penyebab utama membengkaknya ULN.
Dengan perkembangan tersebut, rasio ULN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat menjadi 36,5 persen dari 36 persen pada akhir triwulan IV 2015.
Bank Indonesia (BI) mencatat kelompok peminjam swasta masih mendominasi penarikan utang luar negeri hingga kuartal I 2016, yakni mencapai 52,1 persen dari total ULN atau sebesar US$164,7 miliar. Sedangkan utang publik yang ditarik pemerintah mencapai US$151,3 miliar atau 47,9 persen dari total ULN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun jika dibandingkan dengan posisi akhir Maret 2015, ULN swasta turun 2,3 persen. Sebaliknya, ULN publik yang ditarik pemerintah melonjak 14 persen.
Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo menilai kendati nominal ULN Indonesia mengalami kenaikan, tetapi kondisinya dinilai masih aman. Pasalnya, posisi ULN Indonesia hingga kuartal I 2016 didominasi oleh utang jangka panjang (87,9 persen).
"Kalau mau dilihat yang sensitif itu total utang swasta yang jangka pendek, yang diberikan oleh non afiliasi. Nah total utang swasta jangka pendek, non afiliasi itu hanya 5 persen dari loan," tutur Agus saat ditemui di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (18/5).
Menurut Agus, terjaganya kondisi ULN Indonesia tidak terlepas dari koordinasi antara pihak terkait.
"Kalau utang pemerintah atau BUMN pasti melalui koordinasi pemerintah dan swasta. Kalau perbankan pasti melalui Otoritas Jasa Keuangan dan BI," jelas Mantan Menteri Keuangan ini.
Selain itu, lanjutnya, BI juga telah mengatur prinsip kehati-hatian bagi korporasi non-bank sejak 2014 dan mendorong transaksi lindung nilai (hedging) atas utang dalam denominasi valuta asing. Selain itu, bank sentral juga mewajibkan korporasi yang berutang melaporkan kondisi likuiditas, posisi kesesuaian mata uang, dan kesehatan neraca keuangannya.
"Jumlah (korporasi) yang melapor lebih baik dan kondisi dipatuhinya minimum hedging, minimum liquidity itu semakin baik," ujarnya.
Berdasarkan jangka waktu asal, ULN jangka panjang tercatat naik 7,9 persen (yoy) pada akhir kuartal I 2016 atau mencapai US$277,9 miliar. Pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal IV 2015 yang sebesar 9,2 persen (yoy).
Di sisi lain, ULN berjangka pendek pada periode yang sama sebesar US$38,1 miliar, turun 8,4 persen secara tahunan. Namun, penurunannya lebih lambat dibandingkan dengan penurunan pertumbuhan kuartal IV 2015 yang sebesar 13,7 persen.
Dengan perkembangan tersebut, BI menilai kemampuan cadangan devisa untuk menutupi kewajiban jangka pendek membaik. Hal itu tercermin pada rasio utang jangka pendek terhadap cadangan devisa yang turun dari 36,7 persen pada kuartal IV 2015 menjadi 35,5 persen pada triwulan I 2016.
Berdasarkan sektor peminjam, ULN sektor swasta pada akhir kuartal I 2016 paling besar mengalir ke sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih. Keempat sektor tersebut menyerap 76,1 persen dari total ULN yang ditarik swasta.
(ags)