Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Indonesia berhasil melelang obligasi syariah berdenominasi dolar AS atau sukuk global sebesar US$2,5 miliar.
Sumber CNN Indonesia di Kementerian Keuangan menjelaskan pemerintah menerbitkan sukuk global dalam dua varian tenor, yakni lima tahun dan 10 tahun.
Untuk sukuk global dengan tenor lima tahun, ujarnya, pemerintah sukses menjual US$750 juta dengan tingkat imbal hasil (yield) 3,4 persen. Sementara untuk sukuk global bertenor 10 tahun dimenangkan US$1,75 miliar dengan yield 4,55 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keterangan
sumber tersebut sekaligus mengonfirmasi kebenaran informasi yang diwartakan Wall Street Journal (WSJ) di Hong Kong, Selasa (22/3).
Mengutip WSJ, sukuk global Indonesia kali ini diterbitkan oleh Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia III, sebuah perusahaan yang didirikan khusus oleh Kementerian Keuangan. Varian obligasi syariah ini diharapkan akan diganjar peringkat kredit Baa3 oleh Moody, BB+ oleh Standard & Poor, dan BBB- oleh Fitch Ratings.
Sementara itu, Joint Bookrunners dalam transaksi sukuk global ini adalah CIMB, Citigroup, Deutsche Bank, Dubai Islamic Bank dan Standard Chartered Bank.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan ketika dikonfirmasi masih enggan memberikan tanggapan.
"Kami akan siaran pers 29 Maret (2016), setelah tanggal settlement," ujarnya kepada CNN Indonesia, Selasa (22/3)
Hasil penerbitan sukuk ini sesuai dengan target indikatif yang pernah disampaikan Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Scenaider Siahaan.
Pada Oktober 2015 ia mengatakan, target tersebut disesuaikan dengan alokasi penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dalam APBN 2016 yang sekitar 20-30 persen.
"Sukuk hampir 20-30 persen dari SBSN, jadi range nya antara Rp 100-150 triliun. Kalau kita ambil yang maksimal Rp 150 triliun, artinya kita terbitkan Rp 30-45 triliun atau US$ 2-2,5 miliar," ujar Scenaider ditemui di gedung DPR, Jakarta, Senin (12/10).
Kala itu, Scneider mengaku pasar keuangan internasional memang masih dihantui kenaikan suku bunga The Fed. Menurutnya hal itu akan sedikit berpengaruh signifikan terhadap penerbitan sukuk global Indonesia.
(ags)