Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) kembali menahan besaran tambahan modal penyangga bank berupa
Countercyclical Buffer (CCB) sebesar 0 persen. Besaran CCB tersebut masih sama dengan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/22/PBI/2015 tentang Kewajiban Pembentukan
Countercyclical Buffer tanggal 23 Desember 2015.
Sebagai informasi tujuan ditetapkannya instrumen CCB ini adalah untuk mencegah peningkatan risiko sistemik yang bersumber dari pertumbuhan kredit yang berlebihan (
excessive credit growth) sekaligus untuk menyerap kerugian yang dihadapi perbankan melalui pembentukan tambahan modal sebagai penyangga (
buffer).
Berdasarkan aturan tersebut, BI melakukan evaluasi besaran dan waktu pemberlakuan CCB paling kurang 1 (satu) kali dalam enam bulan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Evaluasi besaran CCB dilakukan dengan menggunakan indikator utama dan indikator pelengkap serta
professional judgement berdasarkan data kuartal I 2016," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara dalam keterangan resminya, Senin (25/5).
Menurut BI kesenjangan antara kredit terhadap Produk Domestik Bruto/PDB (
Credit to GDP gap), sebagai indikator utama penentuan besaran CCB, tidak menunjukkan adanya indikasi pertumbuhan kredit yang berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya risiko sistemik.
Hal ini juga sejalan dengan pertumbuhan kredit yang belum optimal yakni sebesar 8,7 persen (yoy) per Maret 2016, serta pertumbuhan ekonomi kuartal I 2016 sebesar 4,92 persen (yoy) yang lebih rendah dari perkiraan.
"Sementara itu, informasi dari indikator pelengkap antara lain Siklus Keuangan Indonesia masih berada pada fase kontraksi dan indikator kinerja perbankan juga mengkonfirmasi indikator utama tersebut," jelas Tirta.
Dengan besaran CCB sebesar 0 persen, BI berharap perbankan tetap dapat meningkatkan fungsi intermediasinya dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi mengingat tidak ada kewajiban bagi bank untuk membentuk tambahan modal (
buffer).
(gen)